12 || Fake Friend

93.2K 16.3K 884
                                    

"Duhhh, udah jam sepuluh lewat padahal

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

"Duhhh, udah jam sepuluh lewat padahal. Kok belum pada balik, sih?" gumam Dara cemas seraya mengecek jam di ponselnya terus-menerus.

Ardi, Farzan, Ersya, serta Andra sudah tertidur duluan. Mereka sudah lelah sedari tadi melemparkan lelucon yang membuat tawa pecah. Mereka berempat tertidur saling menimpa -maksudnya salah satu anggota tubuh masing-masing ada yang digunakan sebagai bantalan. Mereka semua masih menunggu di teras rumah Dara. Cewek itu sempat mengajak untuk masuk saja, tetapi Dio berkata bahwa tidak baik anak-anak cowok masuk ke rumah cewek. Nanti tetangga berpikir yang tidak-tidak.

"Mungkin macet," terka Revan yang sebenarnya lelah melihat kecemasan Dara. Pemilik rumah itu sama sekali tidak bisa diam. Itu membuat Revan geram.

"Macet gimana, harusnya jalanan sepi pas jam segini," balas Dara masih belum tenang.

"Mungkin ada tamu lain yang ngajak ngobrol, atau apa gitu. Udahlah, gak usah cemas," tutur Dio kemudian. Ia baru saja kembali dari rumah untuk pamit pada Mama-nya, agar beliau tidak cemas nantinya.

"Kalo misalnya ada sesuatu, pasti dikabarin," timpal Asep membuat Dara menghela napas pelan.

Hening beberapa saat. Semuanya sibuk pada pikiran masing-masing.

"Fake friend? Terus di sini, lo yakin masih nemuin begituan?" tanya Alfa yang sedari tadi diam. Dari tadi sebenarnya ia menahan pertanyaan itu. Ia menunggu waktu yang pas untuk bertanya dan waktu ketika keempat pembuat keributan itu tertidur adalah waktu yang sangat pas.

"Gak yakin," jawab Dara ragu. "Gue aja masih baru di sini, belum ada sebulan. Gue masih coba beradaptasi."

Asep tersenyum tipis. Ia bisa memaklumi Dara. "Santai aja, gue juga SD gitu kok."

Sontak Dara langsung menoleh ke arah Asep dengan alis mengernyit, berbeda dengan lainnya yang sepertinya sudah biasa mendengar hal itu. "Maksudnya?"

"SD gue mana pernah punya temen. Sama kayak lo juga, gua gak mau punya teman lebih tepatnya. Mereka cuman numpang tenar," ungkap Asep.

"Pas SD lo populer?"

Alfa yang berada di samping Asep sontak merangkul bahu cowok itu sambil tersenyum miring. "Si Bule mana pernah gak famous."

Dara mengangguk paham seraya terkekeh pelan.

"Pas SD gue kayak introvert jadinya, nolep kayak si Revan."

Revan sontak meninju pelan bahu cowok bule itu. "Malah bawa-bawa gue, sialan lo."

Dara tertawa kecil melihat Revan yang kesal. Lalu atensinya kembali pada Asep. "Terus, kalo ada pembagian kelompok gimana?"

Asep tidak langsung menjawab. Ia justru bertanya balik, "Kalo lo gimana?"

Dara mengangkat bahunya seraya menjawab, "Yaaaa, kalo gue sebisa mungkin kerjain sendiri. Biarin aja mereka nganggap gue sombong atau apa, toh itu juga demi kebaikan mereka. Kalo satu kelompok sama gue, yakin dan percaya pasti mereka bakal bergantung sama gue. Ujung-ujungnya gue yang ngerjain tugasnya sendiri, gak guna." Cewek itu mendengkus pelan, mulai kesal saat mengingat momen-momen menyebalkan itu.

utopia (segera terbit)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora