22 || Good Day

83.9K 16.7K 1.2K
                                    

anw, AVV UDH 6K HIKD SENENG BANGET TRS JUGA VOTENYA 1K MAKASI LHO HIKD T^T
TINGGAL KOMENNYA, AKU MINTA JADIIN 1K BOLE? EHEHEHEHEHE

"Udah paham gak?"

"Yoay!"

"Udah nich!"

"Paham."

"Udah, Sayang."

Dara menghela napas lega. Setelah mengulang tiga kali, akhirnya mereka paham. Tenggorokannya jadi agak sakit, tapi setidaknya itu tidak sia-sia. Dara memilih untuk istirahat sejenak dan meminum air dingin yang sudah Jena bawakan.

Les disepakati diadakan di kafe Jena. Entah kenapa mereka bisa serentak menyerukan hal itu ketika ditanya di mana tempat les diadakan. Sesuai dugaan, Jena malah semakin senang dan menyambut mereka dengan senang hati - walaupun tetap saja perdebatan kecil terjadi.

"Udah jam berapa?" tanya Dara setelah selesai meneguk air dingin secangkir penuh.

Asep memeriksa jam tangannya, lalu menatap Dara dan menjawab, "Jam tujuh, lo mau balik, Ra?"

Dara menggeleng, masih terlalu cepat untuk pulang. "Istirahat dulu deh, ntar baru belajar bab baru."

"SIYAP."

Dara tersenyum dan memilih untuk menghampiri Jena yang tengah asyik menonton drama di ujung kafe dengan laptop-nya. Kafe memang agak sepi kalau malam, karena jarang anak-anak main di malam hari. Hanya beberapa anak yang dititipkan oleh orang tuanya. Jadi wajar saja kalau Jena terlihat sangat antusias ketika Ersya menelepon dan menanyakan perihal les.

"Nonton apa, sih? Sampe segitunya," Dara duduk di sebelah Jena bertanya dengan penasaran.

"Drakor pelakor."

Dara mengangguk paham. Drama Korea yang tengah hangat diperbincangkan itu memang menjadi daya tarik. Dara pernah melihat cuplikan videonya di status WhatsApp orang. Memang terlihat menarik, ia jadi penasaran.

Setelah beberapa menit, Jena menutup laptop-nya. Ia kini menghadap Dara sepenuhnya.

Dara yang bingung langsung bertanya dengan kedua alis yang nyaris menyatu, "Kok gak dilanjutin?"

"Gak enak, njir. Lu di sini, gua malah nonton drakor," jawab Jena. "BTW, gua mo nanya dong."

"Kenapa?"

"Kok lu mau-mau aja sih njir ngajarin para babon itu?" tanya Jena dengan wajah yang sangat berlebihan. Cewek ini memang sangat dramatis.

Dara tertawa pelan mendengar julukan itu. "Biar mereka tobat."

"Lu tahan bener njir."

Mengangkat kedua bahu dengan santai, Dara lantas membalas, "Gue cuman bisa bantu dengan cara ini, Jen. Lagian gak ada ruginya, kan?"

Wajah Jena terlihat haru dan bangga, bentuk ekspresi yang sering seorang ibu tujukan pada anaknya ketika si anak meraih prestasi. "Baik banget kamu, Yang."

"Geli, Jen, astaga."

Jena hanya menyengir tanpa dosa. "Jadi, kalian ke sini hari apa aja?"

"Minggu, Rabu, sama Jumat."

"Uwaw, tiga hari belajar tahan gak woe?!" seru Jena pada sekelompok cowok yang ada di seberang.

"Berisik lo, Jen! Berisik!"

Jena tertawa mendengar gerutuan Farzan yang terlihat sedang menatapi selembar kertas yang mereka yakini lembar soal yang baru dibahas. "AWAS NTAR ASAP DI KEPALA LU MELEDAK."

utopia (segera terbit)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora