44 || Di Luar Ekspektasi

69.3K 13.7K 2.4K
                                    

FesGa kali ini benar-benar nasib yang sangat sial. Mereka kalah di semua perlombaan, entah benar atau tidak sepertinya IPA 2 memang sudah merencakan hal ini dari awal. Sebenernya mereka tidak habis pikir, kenapa para kutu buku gila ranking itu mau membuang tenaga hanya untuk membuat IPS 5 seperti ini? Drama banget.

"Jan, tadi pak supirnya udah lo chat?"

Farzan memeriksa ponselnya dahulu, hendak melihat apakah chat yang ia kirim tadi sudah dibalas oleh supir angkot pribadi mereka. Setelah memastikan semuanya aman, ia memberi jempol kepada Andra. "Udah di depan dia."

Sepanjang koridor semua atensi tertuju pada mereka. Entah perasaan Dara saja atau bagaimana, ia merasa mereka lebih memerhatikan dirinya. Ah, tentu saja. Mengembuskan napas pelan, ia rasa akun lambe sekolah yang tadi diungkit oleh Bell dapat asupan baru.

"Ra, lo mending ke tengah, dah," titah Ardi seraya memerhatikan sekitar.

Dara tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya. "Gak usah."

Alfa kembali memastikan, "Serius gapapa? Kita udah biasa kayak gini. Sedangkan lo baru pertama kali."

Dara menarik napas panjang dan menghentikan langkahnya. Berbalik, menatap para temannya dengan tajam. "Kalian remehin gue, ya?"

Farzan mendekat pada Dio kemudian berbisik, "Nah loh, harimaunya balik."

"Gue denger, ya!" balas Dara spontan menunjuk dan memelototi Farzan.

Farzan dengan otomatis mengangkat kedua tangannya. Dengan wajah tegang ia berkata, "Oke. Kalem, Ra."

Dara memicingkan kedua matanya, menatap mereka satu persatu dengan sengit membuat mereka secara spontan ikut mengangkat kedua tangan. Kini Dara seakan memergoki para cowok tersebut tengah melakukan hal yang buruk.

"Gue gapapa, kok. Udah gue bilang, gue gak peduli mereka mau bilang apa. Nanggapi orang-orang kayak gitu gak bakal ada abisnya," terang Dara membuat mereka semua menurunkan kedua tangan dan kembali berjalan.

Walaupun agak lega, rasa bersalah masih basah di hati. Mereka sadar, Dara ada di posisi ini karena tingkah laku mereka. Kini rasa menyesal menyeruak, membuat semua mulut bungkam tak berani mengeluarkan sepatah dua kata.

"Bentar."

Dara kembali menghentikan langkahnya, diikuti oleh yang lain. Membalikkan badan, mereka menangkap raut wajah sebal pada ketua kelas tersebut. "Kalian kok kalem?"

Farzan melipat kedua tangannya di depan dan tersenyum tipis. "Kita 'kan kalem, Ra."

"Bapak lu kalem," sambar Ardi langsung. "Asli, kalo denger kata kalem bawaannya gue emosi mulu."

"Emosi kenapa, tuh?"

"Keinget emak-emak yang ngatain Tarjan kalem anying."

Farzan menggeplak kepala Ardi. "Lo kalo iri bilang!"

"Gak iri, Zan. Cuman miris liat tuh ibu-ibu lo kibulin pake muka sok kalem lo."

"WIHH MANTEP NIH ASEP!" Ardi berteriak heboh sembari menepuk tangan, kemudian masih dengan raut bangga mereka saling ber-high five.

"Stres nih dua bocah," celetuk Ersya.

"Sirik aja, Ca."

"Gue hajar lo, Di."

"Jangan dong say———WOI ANJIR ITU MOBIL MEWAH NGAPA PADA DISERBU?"

Seruan heboh Ardi mengalihkan atensi yang lain. Serempak menganga tak percaya, mereka mendapati angkot pribadi mereka tengah dikerubungi oleh para penghuni sekolah yang hendak menumpang. Mungkin mereka kira angkot tersebut tengah beroperasi seperti biasa.

utopia (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang