59 || Obrolan dengan Kevin

60.2K 11.9K 3.8K
                                    

Dara pulang dengan keadaan lemas. Bukan lemas fisik, tapi lemas batin. Keputusan Pak Tegar yang sepertinya memang tidak bisa diganggu gugat membuatnya terus-menerus menghela napas. Raut wajahnya pun terlihat lelah dan pasrah.

Dio yang di sampingnya berdecak pelan seraya menggelengkan kepalanya. Padahal Dara anak yang aktif. Melihatnya yang tiba-tiba lesu membuatnya ikut menghela napas berat.

"Udahlah. Pasti ada jalannya."

"Jalan apanya, Pak Tegar udah terlanjur valid gitu." Dara kembali menghela napas. "Gagal lagi gue jadi ketua kelas."

Dio lantas berdecak. Dara mulai lagi dengan kebiasaannya. "Mulai, kan." Setelah menggelengkan kepala pelan, ia kembali menghadap depan. Alis kanannya otomatis terangkat heran kala menangkap sesuatu. "Itu si anak Olim ngapain?"

"Hah?"

Dara lantas melihat ke arah rumahnya. Kedua matanya lantas membelalak kaget ketika melihat presensi cowok jangkung yang terlihat tengah menunggu seseorang. Dan seseorang itu adalah Dara. Jadi dengan segera ia berlari kecil menghampiri Kevin.

"Vin!"

"Oh, Dara?" Kevin tersenyum sumringah kala si pemilik rumah mendatanginya.

"Lo kok di sini?"

"Loh, janji kita tadi kan mau nyari materi bareng?"

"Janji 'kita'?" gumam Dio tak percaya kemudian mendengkus sinis.

"Oh, iya... gue lupa. Sorry, sorry. Tadi mendadak ada urusan penting soalnya. Ayo masuk," ajak Dara sembari membuka pagar rumahnya. Ia mengajak Kevin masuk dengan senyum ramahnya, mengabaikan eksistensi Dio yang mematung di luar.

"Gak bisa dibiarin," Dio lantas bergerak cepat menuju rumahnya yang berada di samping rumah Dara.

"Ma, Ara pulang!"

Omong-omong soal mama-nya, Dara sebenarnya masih kesal perihal hal yang lalu. Memang semua unek-uneknya tersampaikan, tapi ia berharap pola pikir sang mama terbuka. Ia tidak mengharapkan hal seperti maaf, ia hanya ingin mama-nya sadar apa yang selama ini dilakukan itu salah. Dirinya hanya ingin mama-nya berubah secara perlahan. Untuk saat ini tidak ada yang berubah, tapi percakapan santai di malam hari sudah mulai tidak terlaksana karena Dara terus menghindar. Dirinya merasa canggung.

"Ini siapa, Kak?"

Dara tersentak kaget. Ia lantas berbalik dengan kesal. "Sapa dulu, Kio. Bikin kaget aja."

"Siapa dulu ini."

"Kakak Kevin, nama kamu siapa?"

Seperti biasa, Kio memang agak dingin dengan orang asing. "Kio."

"Mama mana, Ki?"

"Ke pasar," balas Kio singkat. Ia hendak balik ke kamarnya kembali belajar, namun seseorang di depan gerbang mengalihkan perhatiannya. "Bang Dio!"

"Hah? Dio---loh, ngapain?"

"Main sama Kio. Ayo, Ki," tanpa beban dan dengan sangat santai, Dio masuk ke dalam sembari mengajak Kio yang terlihat bingung. Karena seingatnya mereka tidak punya janji apa-apa.

Merasa hal tersebut sudah biasa, Dara memilih mengabaikannya dan menyuruh Kevin duduk. Setelahnya ia kembali ke kamar untuk berganti pakaian dan mengambil beberapa buku sumber materi.

Menunggu Dara selesai, Kevin mencoba memecahkan keheningan karena Dio dan Kio hanya asik bermain game di ponsel masing-masing. "Itu game apa, Ki?"

"FF."

"Kalo kata Ardi, Kio itu bocah ep-ep," sahut Dara seraya berjalan turun tangga dengan tiga buku tebal di tangannya. Untuk urusan ini ia cepat, mengingat dirinya sudah membuat Kevin menunggu tadi.

utopia (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang