57 || Kejutan Tak Terduga

67.1K 13.7K 4.3K
                                    

tuhkan anjir readers gue emang nyeremin.

sepi banget, ga nahan nungguin ceritanya ya? sorry sorry wkwk.


















"Dara!"

Yang dipanggil lantas menghentikan langkahnya. Membalikkan badan, senyum Dara mengembang kemudian kala mendapati Farzan yang menyapanya sembari menghampiri.

"Tumben pagi-pagi udah di sekolah, Zan. Biasanya juga ngaret kalo sendirian," kata Dara memulai percakapan menuju kelas.

Mendengar itu Farzan menyengir. Dara ternyata sadar dengan kebiasaannya---yang sebenarnya sedang diubah. "Lo mah, Ra. Puji dong, jarang-jarang nih gue."

Dara tertawa kecil dan mengangguk. "Iya-iya. Bagus, Zan. Kalo bisa kayak gini terus, ya?"

"Siap!"

Tersenyum puas, Dara memutuskan untuk terus percaya dengan Farzan. Ia bukannya tidak menyadari usaha cowok tersebut. Ia tahu, Farzan dari dulu suka telat berangkat ke sekolah. Pernah iseng bertanya, cowok itu hanya menjawab dengan alasan telat bangun. Dan Dara memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Biarlah itu menjadi privasi cowok Gunandhya itu. Ia percaya Farzan mau berubah. Dara melebarkan senyumnya. Setidaknya ini salah satu kemajuan.

"Eh, Ra. Itu si anak Olim bukan?"

Pertanyaan Farzan membuyarkan lamunannya. Dara menolehkan kepala dan melempar tatapan bertanya pada cowok di sampingnya. "Kenapa, Zan?"

Farzan menunjuk ke arah depan dengan dagunya, membuat Dara mengikuti arah yang ditunjuk. Ternyata ada Kevin, seperti sedang menunggu seseorang di depan kelas IPS 5. Dengan segera Dara melangkah menghampirinya.

"Vin, ada keperluan apa?"

Kevin lantas tersenyum menyapa. "Akhirnya lo dateng, Ra. Gak ada keperluan apa-apa. Gue cuman mau nanya, ntar pulsek mau mulai bahas materinya gak? Soalnya kemarin gue udah riset, soalnya gak sedikit dan itu lumayan susah. Yang gampang menurut gue beberapa doang."

"Iya, sih. Gue juga tadi udah nyari-nyari referensi, tingkatannya HOTS semua."

"Nah. Takutnya gak sempet, kita juga beberapa bulan lagi ujian. Biar kitanya juga aman," lanjut Kevin mengeluarkan sarannya.

Dara diam sejenak, memikirkan saran Kevin. Beberapa detik hening, kepalanya perlahan mengangguk seiring dengan bibir yang membentuk senyum tipis. "Oke, deh. Pulsek, ya?"

Kevin menganggukkan kepala dengan antusias. "Gue tunggu di gerbang. Kalo gitu, gue cabut, ya, Ra."

"Beneran gak, tuh?" celetuk Farzan dengan kedua mata mengikuti punggung Kevin yang bergerak menjauh.

"Hah? Kenapa, Zan?"

"Beneran mau bahas materi apa ngemodus?"

"Apaan, sih," Dara memukul pelan lengan Farzan. "Jangan suka nethink, Zan. Gak baik."

"Jangan gampang percaya sama cowok, Ra. Apalagi sama yang demen modus."

"Trus lo gimana?"

"Ya gue kan murni, Ra, semurni kain sutra. Beda lagi sama dia noh, ada aura jahat."

Dara menggelengkan kepalanya, memilih masuk ke kelas daripada mendengar ocehan Farzan yang semakin melantur. Pagi-pagi begini tidak baik diawali dengan berprasangka buruk. Harusnya Farzan mengetahui hal tersebut.

"Hmm..., mencurigakan."

"Mencurigakan apanya, astaga. Daripada lo cuman berdiri doang, mending sekalian ambil sapu, Zan. Samping kiri lo banyak sampah dedaunan tuh," suruh Dara yang sudah anteng duduk di kursinya sembari menatap ke luar kelas. Lebih tepatnya melihat Farzan yang masih diam di ambang pintu sembari mengetik sesuatu di ponselnya.

utopia (segera terbit)Where stories live. Discover now