10 || Tiny Cafe

94.3K 16.9K 1.8K
                                    

Dara menganga tak percaya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dara menganga tak percaya. Matanya melotot menatap tempat di mana mereka berada sekarang.

Tiny Cafe.

Kafe tenang dan damai dengan nuansa pink pastel dan putih. Kursi-kursi lucu berwarna pink pastel diatur di sekeliling meja besar berwarna putih lembut. Di dindingnya dilukis beberapa karakter Disney perempuan dan laki-laki. Lukisan-lukisan itu nyaris memenuhi dinding dengan cat paduan pink dan putih. Di sudut-sudut ruangan terdapat banyak koleksi barang anak-anak yang beberapanya mengambil dari Disney, seperti kotak musik, miniatur-miniatur mini yang membuat gemas, barbie-barbie yang cantik, dan bahkan bunga beserta tempatnya pada film kartun Beauty and The Beast ada di sana. Kafe ini benar-benar berisi barang-barang dengan nuansa Disney.

Dara memperhatikan sekitar. Pengunjung kafe ini memang rata-ratanya adalah anak-anak dan perempuan. Mungkin sepertinya anak laki-laki tidak berminat untuk berkunjung karena menganggap kafe manis ini terlalu bernuansa perempuan. Antara gengsi atau memang tidak tertarik sama sekali, Dara tidak peduli. Yang ia pedulikan ialah, untuk apa anak-anak cowok bandel datang ke kafe manis seperti ini? Membuat keributan? Tetapi, kenapa anak-anak ini tidak takut pada mereka, justru beberapa merasa senang akan kehadiran mereka? Membingungkan.

"Kita gak ngacau," celetuk Revan, membuat Dara mengelus dadanya sabar karena lagi-lagi cowok itu seakan membaca pikirannya.

"Lo mikir gitu, Ra? Anjay, ya kali," sahut Ardi tak habis pikir yang dipanggil Ersya.

Dara cemberut. "Ya abisnya, ngapain coba cowok-cowok bandel kayak kalian main ke kafe anak-anak gini? Mengikuti tren anak muda sekarang, kafe ini gak banget bagi cowok," balasnya tak terima dirinya disalahkan.

Dio mengangguk pelan. "Udah ketebak jalan pikirannya."

"Ya kita mau lakuin hal yang selayaknya dilakuin pas ke kafe," ujar Alfa lalu berjalan menuju meja sebelah kanan paling pojok.

Meja itu lain sendiri. Bila yang lain berwarna putih lembut, maka meja yang lumayan besar ini berwarna biru langit yang cukup kontras dengan benda-benda sekitar. Di atasnya telah disediakan gelas-gelas berjumlah delapan — kalau Dara tidak salah hitung — dan piring dengan jumlah yang sama.

"Meja khusus?" gumam Dara heran.

"Iya," jawab Dio yang mendengar gumaman Dara dari samping.

Dara seketika menoleh pada Dio. Cewek itu mengernyit bingung sambil bertanya, "Kok bisa?"

Namun, tetangganya itu malah berjalan menyusul yang lain. Mereka ternyata sudah duduk di sana lebih dahulu setelah Alfa.

Dara masih diam di tempatnya. Suasananya berubah menjadi canggung. Ia baru menyadari kalau ternyata kursinya juga ada delapan dan itu sudah penuh diduduki oleh yang lainnya. Dara sadar kalau tidak ada lagi tempat.

Melihat Dara yang kikuk, Asep langsung menoleh ke arah kanan dan kiri. Cowok itu terkekeh pelan saat melihat bahwa semua kursi sudah terisi penuh. Ia kemudian bangkit lalu menuju ke meja lain. Mengambil kursi, menaruhnya di samping Dio, dan duduk di sana.

utopia (segera terbit)Where stories live. Discover now