40 || Misi Dara

69.7K 13.6K 982
                                    

"Kalian kok pada angkat tangan semua pas dikasih soal?"

"Karena guru biasanya pada milih yang keliatan males, makanya kita pura-pura semangat biar gak ditunjuk," ungkap Ersya membeberkan rahasia mereka.

"Betul."

Dara menganga mendengar penjelasan tersebut. Ia menutup mulut dengan tangannya, tidak menyangka. "Gue kira emang kalian beneran tau."

"Kalopun tau, kita juga ogah kali jawab pertanyaannya. Belum lagi kalo Pak Fucek ngasih soal kudu dijelasin jawabannya. Bikin capek tenaga sama batin," jelas Ardi kemudian yang langsung disetujui oleh lainnya.

Dara masih menganga. Memang benar, sih, apa yang dikatakan mereka. Agak heran, padahal ada murid pintar dan rajin yang bersemangat hendak menjawab setiap pertanyaan, tetapi mengapa para guru tersebut malah menunjuk murid-murid yang pemalas? Masih menjadi misteri.

"Terus itu nasib Asep gimana dong?"

Ardi mendekatkan kepalanya, membuat yang lain secara reflek mengikutinya. "Apa kita ikutin aja?"

"Ikutin?" Revan mengernyit.

Ardi mengangguk kemudian tersenyum jahil. Ia berjalan keluar kelas dan disusul oleh yang lain, kecuali Dara dan Dio. Mereka saling bertukar pandang kemudian secara bersamaan ikut dengan Ardi. Entah apa yang Dara pikirkan, ia hanya bagian ikut-ikut doang.

Farzan mengintip ke bawah. "Asep di bawah, anjir. Keknya Pak Fucek ngasihnya dari bawah dulu."

"Ya, udah, ayok."

"Gue berasa balik ke TK," gumam Dara sembari menuruni tangga. Walaupun begitu, ia tetap ikut serta dalam aksi ini. Padahal kalau dipikir-pikir, hal ini tidak ada gunanya. Tapi dengan bodohnya mereka mau mengikutu apa yang dikatakan oleh Ardi. Jadi sebenarnya yang bodoh di sini siapa?

"WOI MUKA ASEP DATAR BETUL KAYAK ANU."

"Asep udah biasa malu gegara tingkah lo pada, bagi dia ini mah kecil," Ersya menyahuti Andra dengan sewot.

"Nah, betul apa kata Caca."

Tendangan lantas dilayangkan pada bokong Ardi begitu ia selesai menyeletuk.

"Sya, pantat gue makin tepos tanggung jawab lo."

"Ogah."

"Ssst," sebuah tangan menjulur ke arah Ardi hingga jari telunjuknya nyaris menelusuk masuk ke lubang hidungnya. Untungnya ia masih punya pikiran untuk menghindar.

"Dikira idung gue stopkontak kali ya dicolok-colok."

"Diem dulu, eh."

"Kenapa, sih, Ra? Kenapaaa?"

Tanpa suara Dara menunjuk ke arah sebuah kelas, di mana Asep tengah berdiri sembari menghapus papan tulisnya. Ia dengan santai menggerakkan penghapus tanpa mendengarkan ocehan Pak Rizky yang baginya tidak ada faedahnya sama sekali.

"Lah anying ini kan kelas dedek gemesnya Asep."

"Hah?" Dara secara reflek menoleh ke arah Alfa.

"Oh, iya," Dio menunjuk seseorang dengan dagunya. "Tuh, yang pake kacamata duduk paling depan."

"LAH, IYA ANJAI. ITU SI ASEP MUKANYA DOANG DATAR MELEMPENG, PADAHAL ASLINYA DEGEUN-DEGEUN KAYAK MAU PANJAT PINANG."

"Hubungannya sama panjat pinang apaan buset?" tanya Andra heran.

"Ya kagak ada, asal jeplak aja gitu."

"Asal jeplak ya, Di. Bibir kamu Bapak geplak aja mau gak?"

utopia (segera terbit)Where stories live. Discover now