18 || Mabar, Kuy!

86.7K 15.3K 2.1K
                                    

"Ini Ardi," telunjuk Dara mengarah pada Ardi yang menopang dagu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ini Ardi," telunjuk Dara mengarah pada Ardi yang menopang dagu. Kaki kanannya ditekuk di sofa, sedangkan yang lain naik ke meja. Posenya lantas membuat Kio geram.

"Yang itu Farzan," sosok yang tadi berseru masih menatap tajam Kio yang duduk di sofa depannya.

"Ini Asep." Dara menunjuk Asep yang di sampingnya. Cowok itu hanya melambaikan tangan sejenak lalu sibuk dengan ponselnya.

"Itu Revan, sebelahnya Alfa, sebelahnya lagi Andra."

"Oh, yang sebelah Asep itu Ersya namanya."

"Kio gak nanya nama-nama mereka. Kio nanyanya, kenapa mereka ada di sini? Kakak yang bawa mereka?" Kio sedikit menaikkan suaranya karena memang dirinya tengah kesal. Setelah tadi akhirnya ia dipaksa kakaknya agar duduk di sofa bersama mereka, kekesalannya bertambah setelah melihat sikap mereka padanya.

"Kio, gak usah ajak bicara kakak lo dulu. Maag-nya belum sembuh," Dio yang melihat Dara masih kesakitan langsung menyela dan mengambil obat yang sempat ia taruh di meja.

Mata Kio seketika membelalak mendengar kakaknya sakit. Walaupun ia terkesan cuek, perasaan hangatnya akan muncul bila terjadi sesuatu pada kakaknya. "Tapi obat maag habis."

Dio mengangkat botol obat maag yang tadi ia beli sebagai balasan akan perkataan Kio.

"G-gue ke kamar dulu deh, minum obatnya di sana aja sekalian mau tidur. Rasanya makin s-sakit."

Kio bergegas bangkit berdiri dan memapah sang kakak yang tengah berusaha bangkit berdiri.

"Lo bawa kakak lo ke kamar, kasih obatnya juga."

Kio mengangguk patuh lalu memapah kakaknya untuk menuju kamar. Ia berusaha untuk terus hati-hati dan bersabar barangkali Dara mengeluh sakit di tangga dan berhenti sejenak.

"Itu bocah adeknya Dara? Jutek amat," ujar Andra saat melihat kedua kakak-beradik itu menghilang di balik pintu.

"Emang gitu anaknya," balas Dio seraya bersandar. "Jutek, cuek, sarkas, dingin."

Ersya kembali bertanya, "Trus kenapa dia marah banget sama kita?"

Dio mendengkus pelan. Sebenarnya ia malas membuang tenaga untuk sekadar mengeluarkan kata-kata. Salah satu alasan kenapa mulutnya mengeluarkan kata-kata yang irit adalah karena ia malas mengeluarkan tenaga barangkali secuil. Tetapi, dirinya merasa bahwa ini adalah hal yang penting, jadi ia turut menjelaskan, "Kio itu gak suka sama orang yang kacauin rumahnya. Dia itu gila rapi. Liat tuh sekeliling kalian, berantakan semua. Makanya dia marah."

Mereka serentak mengangguk paham sambil mengeluarkan suara 'o' yang panjang. Kepala mereka sontak menoleh ke sekitar. Dan ternyata benar, semuanya kacau dan tidak pada tempatnya. Heran, bagaimana bisa ruangan yang tidak bersih dan rapi sekarang bisa sangat berantakan seperti ada sepuluh anak kecil penasaran yang dibiarkan berkeliaran di sekitar? Mereka memang berbakat untuk mengacau.

utopia (segera terbit)Where stories live. Discover now