Part-55 Alres

14.7K 1.6K 412
                                    

"Perjuanganku tak pernah dilihat. Namun satu kesalahanku selalu diingat."

- Alres Eldian Nicola

-★☠★-

Karena merasa sesak, dengan mata yang masih mengantuk seorang gadis terbangun dari tidur nyenyaknya. Tangan kanannya meraba bagian perut untuk melepaskan tangan kekar yang membelit semakin erat dan sulit dilepaskan. Sekian lama mencoba melepaskan, akhirnya bisa juga. Alana segera menuju ke kamar mandi.

Sedangkan Gevano kini masih tertidur nyenyak walaupun merasa ada yang hilang. Wajahnya sangat damai, dipastikan bahwa Gevano saat ini sedang bermimpi indah.

Kejadian semalam, membuat Alana harus menginap terlebih dahulu di apartemen milik Gevano. Mereka memang tidur bersama namun hanya tidur, tidak lebih. Gevano menghormati Alana layaknya seorang perempuan, meski belum mengetahui kebenaran.

Setelah selesai mandi, Alana menuju ke dapur untuk membuatkan sarapan. Tidak enak jika ia langsung pergi begitu saja, setidaknya ia harus berterima kasih.

"Na? Alana?" Tangan Gevano meraba tempat Alana yang sudah kosong. Saat benar-benar Alana tidak ada di ranjangnya, Gevano segera bangun dari tempat tidur. Benar saja Alananya tidak ada, namun saat mendengar suara seseorang tengah memotong sayur dari dapur membuat dirinya lega untuk sementara.

Gevano memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu, sebelum menemui Alana yang sedang memasak.

30 menit kemudian. Saat Alana tengah asik memotong daging ayam, tangan seseorang tiba-tiba melingkar di perutnya, hal itu membuat Alana terkejut dan tanpa sengaja jarinya tersayat pisau.

"Shh ...." desis Alana saat jarinya terasa perih.

"M-maaf. Gue ambilin kotak obat dulu,"

"Enggak usah Kak."

"Terus lo mau ngobatin pake apa?"

Tanpa diduga Alana memasukkan jarinya ke dalam mulutnya sendiri. Menghisap jarinya pelan membuat Gevano yang kini hanya bisa diam membeku dengan telinga memanas melihat pemandangan itu. Gevano merasa hal ini bukan hal yang pertama. Ia ingat sekali Alana terluka saat main biola di rooftop, Alana melakukan hal yang sama untuk mengatasi pendarahannya.

Gevano mengusap wajah frustasi saat fantasi liar mulai berdatangan. Tubuh cowok itu bereaksi cepat, apa lagi sudah lama sekali ia tak bersentuhan dengan Alana. "Pikiran gue kotor." batin Gevano.

Setelah selesai Alana menuju ke wastafel untuk memuntahkan darahnya, sembari mencuci tangan. Saat berbalik, Gevano memberikan satu plester bergambar pinguin.

"Biar nggak infeksi,"

"M-makasih,"

"Biar gue yang lanjutin masak, lo duduk aja."

Alana refleks menggeleng pelan. "Tata aja Kak. Kak Gevan duduk aja,"

"Tangan lo luka Na. Dan itu karena gue, gue minta maaf udah ngagetin lo. Jadi lo duduk aja biar gue yang masak."

"T-tapi Tata mau masak sebagai tanda terima kasih. Jadi biarin Tata aja,"

"Tangan lo sakit. Kalo lo lanjutin ini, nanti yang ada luka lo tambah lebar. Mending lo duduk aja. Ada cara lain untuk lo berterima kasih," ucap Gevano dengan senyum misterius.

"A-apa? Kak Gevan jangan aneh-aneh yah. Tata nggak mau jadi pacar, milik kakak atau hal lainnya."

"Cium bibir gue itu aja."

Alana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang