Epilog

34.6K 2.6K 984
                                    

"Takdir adalah sesuatu yang tak bisa kendalikan. Kehilangan seseorang bukan sesuatu yang bisa dicegah."

-Alan Alvaro Wibawa

..

"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Siap tak siap, orang itu akan hilang. Entah pergi, atau dipanggil yang mahakuasa."

-Gevano Elang Prakarsa

..

"Rasanya menyakitkan kehilangan sahabat satu-satunya."

- Valeryn Wilona

..

-★☠★-

Langit tampak mendung, menambah perasaan duka pada semua orang yang kini berada di pemakaman. Tak ada satupun yang tidak menangis. Semua keluarga, teman sekolah, bahkan anggota DARK WOLF ikut berduka atas kepergian seorang gadis yang pernah hadir dalam hidup mereka. Kepergian Alana, memberikan luka besar pada orang yang pernah berada di dekatnya.

"Gevano mana?" tanya Damian kepada Mars.

"Dia nggak dateng," ucap Mars.

"Serius? Dia nggak datang di pemakaman Alana?"

Mars mengangguk pelan, sudah dipastikan jika Gevano tidak akan datang. Sebagai sahabat dari Gevano, Mars mengerti kenapa lelaki itu tak mau datang. Pasti sulit bagi Gevano menerima hal ini. Mars tidak menyangka, Alana akan pergi secepat ini, padahal pertemuannya dengan Gevano kembali belumlah cukup lama. Tapi gadis itu sudah meninggalkan sahabatnya.

Valeryn memeluk Jordan, dengan tangis yang tak kunjung reda. Gadis itu menangis sesenggukan, menatap mayat Alana yang sudah siap dikuburkan. "Jahat, Alana jahat Dan. Dia tinggalin gue ... dia bohong sama gue. Kata dia, saat kelulusan kita bakal kuliah bareng. Tapi apa? Alana pergi ... bahkan sebelum kita lulus ... sakit Dan. Dada gue sakit ...."

Valeryn tidak menyangka jika senyum kemarin adalah senyum terakhir Alana. Bahkan hangatnya pelukan Alana masih terasa dalam tubuhnya. Dadanya terasa begitu sesak, bahkan sejak kemarin malam Valeryn tak henti-hentinya menangis, sampai suaranya habis pun gadis itu tetap menangis. Kepergian Alana benar-benar meninggalkan bekas luka di hati.

Sedangkan di tempat lain, Gevano mengurung diri di dalam kamar. Botol alkohol berserakan di lantai, entah sudah berapa botol yang ia minum. Bayang-bayang tentang Alana terus menghantuinya. Gevano sama sekali tak bisa melupakan Alana, bahkan saat ini cowok itu mulai berhalusinasi.

"Alana, tadi itu cuman mimpi kan? Lo nggak bener-bener pergi kan?" rancau Gevano.

"GEVAN! GEVANO! BUKA PINTUNYA!! LO NGGAK MAU KE MAKAM APA?! SETIDAKNYA LO LIHAT ALANA SEBELUM LO NGGAK BISA LIHAT ALANA LAGI!! GEVANO BUKA PINTUNYA!!" teriak Raki dari luar kamar.

Gevano tertawa sinis mendengar teriakan Raki, padahal Alananya ada di depan mata. "Buat apa gue ke pemakaman? Nggak ada yang meninggal! Alana masih ada di depan gue."

Brak!!

Pintu kamar Gevano terbuka lebar menampakkan Raki dengan wajah garang. Raki menatap Gevano miris, bahkan saat ini Gevano tengah mengobrol seorang diri, seakan di depannya memang ada Alana. Hati Raki ikut teriris melihat hal ini.

Alana [END]Where stories live. Discover now