CERPEN : AURORA

3.7K 497 22
                                    

Part 8
_____

Aurora terpekur dengan pikirannya sendiri. Informasi yang ia dapatkan dari Aca beberapa menit yang lalu membuatnya kembali merasa bersalah pada Ardan.

Ternyata Alisha bekerja sebagai SPG rokok dan yang merekomendasikan pekerjaan itu adalah Sherina yang membuat Ardan mengamuk tadi sore. Pantas saja tadi ia melihat pakaian Alisha sedikit terbuka.

Katanya Ardan menyeret Alisha pulang, Sherina mengikuti kemudian menahan Ardan agar tidak memukul Alisha yang juga melawan. Membalas perkataan Ardan dengan kasar.

Aurora menimbang keputusannya saat ini, apakah ia harus menghubungi Ardan atau tidak?

Tapi, Aurora yang salah.

Jadi, Aurora menghubungi Ardan. Tapi Ardan tidak menjawabnya. Apa Ardan sedang mengantar penumpang?

Aurora memutuskan mengirim chat pada Ardan. Mudah-mudahan saja Ardan tidak terlalu marah padanya.

Memilih keluar dari kamar untuk mengambil air minum. Ia melihat satu kotak makanan yang tadi ia pesan untuk Alisha dan Aca. Tatapannya beralih pada Alisha yang masuk ke dapur. Keduanya saling berpandangannya sejenak, hingga Alisha memutus pandangan.

"Kamu belum makan, Sha?" tanya Aurora pada Alisha.

"Gue bisa masak sendiri. Gak kayak lo, kalau lapar langsung beli." Alisha yang kini berada di depan pintu kamar mandi. Alisha menoleh menatap sinis Aurora yang hanya diam. "Harusnya lo tau diri. Sejak Bang Ardan nikah sama lo, dia kerja sampai tengah malem buat menuhin gaya hidup lo." Setelah mengatakan itu, Alisha masuk ke kamar mandi, menutup pintunya dengan kasar membuat Aurora tersentak.

Aurora menghela nafas kasar, lalu masuk ke kamar dengan lesuh. Melupakan jika tadi ia ingin minum.

Belum genap sejam ia mengirim chat pada Ardan, suaminya itu pulang. Aurora beringsut duduk dan menatap Ardan yang masih berdiri. "Ardan, maafin aku."

Ardan mendekat, lalu duduk di tepi ranjang. "Kenapa minta maaf?"

Aurora menegakkan kepala. Bibirnya tertekuk ke bawah. "Soalnya udah raguin perasaan Ardan ke aku. Padahal Ardan cinta kan sama aku? Cinta banget?"

Ardan tersenyum lembut. Ia menyelipkan helai rambut Aurora di belakang telinga Aurora. "Iya. Aku cinta banget sama kamu. Tadi, aku gak sadar kalau Sherin meluk aku."

"Iya. Sherin pasti ambil kesempatan tadi." Aurora mencebikkan bibirnya kesal. Lalu mengulum senyum menatap malu-malu Ardan. "Ardan pegang tanganku dong."

Ardan mengulum senyum geli. Inilah yang membuatnya tak bisa berlama-lama marah pada Aurora, tingkah menggemaskan Aurora tidak bisa ia abaikan begitu saja. Ia meraih tangan Aurora lalu menggenggamnya erat.

"Yang ngasih tau kamu soal aku gagal nikah siapa? Sherin?"

Aurora menggeleng pelan. "Rifki sama Tio." Lalu Aurora panik. Harusnya ia tidak memberitahu Ardan. Apalagi ia sudah berjanji pada Rifki dan Tio. "Ardan, jangan marahin mereka, ya?"

Ardan menghela nafas pelan. Ia meremas lembut tanan Aurora. "Aku gak pernah ngasih tau kamu soal ini karena gak mau kamu berpikiran yang enggak-enggak. Dan menurutuku itu gak penting. Itu cuma masa laluku."

"Terus waktu itu Ardan nerima tawaranku buat anter-jemput aku ke kampus karena ngebet nikah, ya?"

Ardan mengangguk pelan, kemudian tertawa pelan karena kata 'ngebet' nikah.

"K-kok Ardan bisa sih langsung move on dari Sherin? Terus suka sama aku?" tanya Aurora mali-malu.

"Karena nyaman sampai aku jatuh cinta sama kamu. Hubunganku dan Sherin putus dan aku gak berharap lagi balikan sama dia." Ardan menatap teduh Aurora. "Aku gak bakalan mau dipukul gitu aja sama Papi kamu kalau aku gak cinta sama kamu, Ra. Aku gak akan ambil risiko yang besar dengan nikahin kamu, kalau aku gak cinta sama kamu."

CERPENWhere stories live. Discover now