CERPEN : UNA

7.2K 444 15
                                    

Part 1
_____

Vanity mirror menampakkan dua sosok wanita. Satu wanita berusia muda dan satunya lagi wanita berusia paruh baya. Wanita paruh baya itu senantiasa bicara dengan lembut dan perlakuannya lembut saat mengkriting ujung rambut putrinya menggunakan catok curly.

Bahkan tadi, ia yang merias wajah putri semata wayangnya tersebut. Sehingga wanita yang berusia dua puluh dua tahun tersebut tampil dengan cantik. Belum lagi one-shoulder cutout silk-geogerette gown berwarna hitam yang membalut tubuh rampingnya. Pundak kanannya terlihat dan bagian kiri pinggangnya pun terlihat. Elegan dan seksi.

"Nanti kamu jangan jauh-jauh dari Mami. Harus tebar pesona, tapi jangan kelihatan murahan. Temen-temen arisan Mami nanti dateng juga, mungkin beberapa ada anaknya yang datang. Apalagi temen-temen Papa ..."

"Una harus deketin temen-temennya Papa?" sela Una dengan pandangan lurus, membalas tatapan Mami. Tidak ada ekspresi di wajahnya. Bagaikan boneka yang sedang dimainkan Mami, mendandaninya. "Mungkin salah satunya ada yang tertarik nantinya, terus nikahin Una dan Una gak perlu lagi cari kerja. Kayak Mami yang nikahin Om David, dan hidup enak tanpa harus pusing apakah uang direkening berkurang."

Perlakuan Mami yang tadinya lembut, berubah kasar, Mami menarik rambut Una dengan kuat hingga Una mendongak. Tapi, ekspresi Una sama sekali tidak berubah. Meski merasakan kulit kepalanya perih, ia tetap memasang ekspresi datar.

"Jangan buat onar dan jangan kurang ajar di hadapan Papamu juga kakak-kakakmu."

"Mereka bukan Papa dan kakak-kakakku!"

"Aluna!" bentak Mami dan semakin menarik rambut Una, bahkan tangan Mami lainnya kini mencengkeram rahang Una. "Dengerin apa kata Mami! Kamu gak akan hidup enak kalau bukan karena Papa! Kamu gak akan kuliah di luar negeri kalau bukan karena Papa! Dan kamu gak akan pakai baju mahal seperti ini kalau bukan karena Papa!" desis Mami tajam. Lalu melepaskan cengkeraman tangannya dari rahang juga rambut Una.

Mami mengatur nafasnya pelan. Lalu tersenyum. Jenis senyum sinis. "Jangan bilang kamu masih berharap ketemu Papimu? Mami ingatkan, laki-laki bangsat itu gak inget kamu lagi!"

Setelah mengatakan itu, Mami kembali tersenyum lembut dan melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda tadi. Dengan lembut, kembali merapikan rambut Una.

Sementara Una hanya diam, matanya memanas dan kini berkaca-kaca. Menatap lurus pantulan dirinya di cermin tersebut.

Mami menikah dengan seorang pengusaha kargo, yang beroperasi baik dalam negeri maupun luar negeri. Ditambah usahanya yang lain-lain.

Meski usia pernikahan Mami dengan pria itu sudah berlangsung lama, tapi Una tetap enggan memanggil pria itu dengan sebutan 'Papa'.

Pria yang memiliki dua seorang putri dari pernikahan sebelumnya. Salah satunya telah menikah dan satunya lagi akan mengadakan acara pertunangan. Itulah yang membuat Una harus berdandan seperti ini. Membuat Mami sangat bersemangat mendandaninya agar terlihat memukau, karena nantinya yang hadir dari kalangan konglomerat.

Meski telah lama Mami dan Om David menikah, bukan berarti Una akrab dengan pria tersebut, apalagi dua saudari tirinya. Mereka baik. Malah sangat baik.

Tapi, karena Una yang sejak awal membangun tembok di antara mereka membuat mereka tidak bisa akrab dan berakhir dalam kecanggungan bila berada di sekitar dua saudari tirinya. Beda halnya dengan Om David, pria itu selalu bertingkah layaknya seorang ayah, tapi tetap saja tidak membuat Una akrab dengan pria itu. Meski perlakuan Om David adil pada dirinya dan dua saudari tirinya.

Walaupun Una tak pernah bilang ingin mobil, Om David membeli untuknya, bahkan ia bisa kuliah di luar negeri karena Om David. Juga mendapat fasilitas yang mewah tinggal di negara yang dijuluki The Black Country.

CERPENOnde as histórias ganham vida. Descobre agora