CERPEN : UNA

3.1K 444 44
                                    

Part 9
_____

Una menghembuskan asap rokoknya. Kedua kakinya berada di atas meja, sementara ia duduk bersandar di atas sofa dengan posisi begitu santai. Tak menghiraukan suara pintu unitnya terbuka dan tak lama terdengar suara hak berjalan tergesa-gesa. Ia tetap merokok dengan santai.

Rokok yang ada di tangannya dirampas kemudian dibuang ke lantai, Mami menginjak rokok tersebut dengan kasar kemudian Mami melayangkan tangan untuk menamparnya.

Una hanya diam, menatap datar Mami. Tetap pada posisinya.

"Beraninya kamu putusin pertunangan kamu dengan Banyu!!! Mami kan sudah bilang, kamu harus tetap nurut!!"

"Dan biarin aku terjebak dalam pernikahan toxic?! Kayak Mami gitu?!" balas Una berteriak kini berdiri menatap menantang Mami. "Aku gak mau kayak Mami! Aku gak bego kayak Mami!!"

"Una!!" jerit Mami marah. "Mami berusaha mungkin bertahan dengan laki-laki bajingan itu demi kamu, sialan!!"

Una tertawa sumbang. "Demi aku atau demi hidup mewah Mami?"

"Una!!"

"Apa?!!" balas Una berteriak, matanya memerah dan berkaca-kaca. Setumpuk emosi yang ia rasakan. "Mami tau rasa sakitnya hidup dengan pria bajingan! Terus Mami juga mau aku rasain itu?! Aku gak ngerti. Mami sayang atau benci sama aku?!"

Mami terduduk di sofa single, menghela nafas kasar. Memejamkan matanya sejenak lalu kembali menatap Una. "Dengerin Mami ..."

"Aku gak mau dengerin Mami!"

"Una!!"

"Sudah cukup Mi!! Aku emang anak Mami, tapi Mami gak perlu ngatur-ngatur aku terus!! Aku punya pilihan sendiri!" jerit Una, mulai menangis.

Mami menganggukkan kepala, menatap tajam Una. "Oke. Kamu punya pilihan sendiri. Maka pergi dari sini. Seperser pun kamu gak boleh bawa apapun, cukup pakaian yang kamu kenakan."

"Aku lebih milih hidup gak punya apapun, daripada hidup dengan segala kemewahan, tapi bikin aku menderita," ujar Una pelan, tapi penuh penekanan. Ia pun pergi, tak takut dengan ancaman Mami tersebut.

Karena Una ingin memilih jalannya sendiri.

●•••●

"Morning Sweaty!"

Una mendelik. "Gue bukan popok bayi!" ujarnya galak. Pria itu tertawa lalu melanjutkan kegiatannya, entah sedang membuat apa di balik pantry tersebut.

Una melangkah, menggeser pintu kaca hingga semilir angin menerpa wajahnya. Aroma khas laut juga langsung tercium olehnya.

Una merasa begitu damai ...

Melangkahkan kakinya keluar ke teras tersebut. Melihat laut lebih dekat. Bahkan saat ini di balik lantai kayu yang ia pijak, ada air laut di bawah sana.

Una memejamkan matanya, menikmati udara segar di sekitar.

"Enak banget ya tinggal di sini?" Suara bernada sinis tersebut menyentak Una, menoleh ke arah Arsen yang ikut keluar seraya membawa nampan yang di atasnya ada sarapan untuk mereka.

"Kok lo yang siapin sarapan?" Mereka menyewa villa di kelas yang lebih tinggi, memiliki butler pribadi. Dua hari di sini, Una di layani butler tersebut.

"Bosan gue makan, makanan Eropa mulu. Gue kangen makan nasi goreng." Pria itu duduk dan menikmati masakannya sendiri. 

"Nasi goreng mah gak cocok di suasana sekarang."

CERPENWhere stories live. Discover now