CERPEN : AURORA

8.4K 590 73
                                    

Part 14
______

Pulang dari rumah sakit, Aurora kembali ke rumah Ardan. Tapi hanya tiga bulan saja berada di sana, lalu kembali ke rumah orang tuanya. Atas permintaan Papi. Apalagi Mami setuju. Karena kondisi Aurora yang hamil muda. Aurora mengalami pendarahan ringan membuat mereka was-was dan berubah protektif. Ardan pun tak bisa membantah. Tidak ingin Papi kembali marah dan menarik restu. Bisa bahaya.

"Kan sekarang istrimu hamil. Kamu gak berencana cari kerja lain?" Ardan terdiam mendapat pertanyaan Papi. "Biaya punya anak itu lebih besar. Mulai susu dari popoknya belum lagi kalau udah gede pasti beli mainan ini, mainan itu. Gak selamanya kamu jadi tukang ojek, kan? Apalagi kamu juga punya dua adik."

"Saya akan usaha ..." Perkataan Ardan berhenti saat Papi berdecak pelan. Papi yang sedari tadi fokus menatap iPad di pangkuannya kini menatapnya.

"Kamu lulusan SMK, kan? Jurusan apa?"

"Teknologi informasi dan Komunikasi."

"Nah, kenapa waktu lamar kerja di LeGo jadi tukang ojek. Kamu itu punya dasar. Nilai-nilai sekolahmu tinggi, kamu pinter. Kenapa sia-siain hal itu?"

"K-kok Papi tau?" Ardan mengerjap kaget.

"Heh. Kalau kamu gak masuk kriteria idaman menantu Papi. Sudah pasti Papi kirim Rora ke luar negeri. Kalian gak bakal nikah dan punya anak!" Tentu saja sebelum Ardan menikahi Aurora, Iyo mencari tau tentang pria itu. Meski terlihat tidak acuh dan marah dengan pernikahan anaknya, ia tidak akan membiarkan Aurora menikah dengan pria sembarangan.

Sebenarnya Ardan bisa saja kuliah dengan menerima beasiswa, tapi mungkin karena menantunya itu menjadi tulang punggung bagi dua adiknya, jadi tidak memilih hal tersebut. Lebih memilih mencari kerja.

"Kamu kerja di LeGo. Bukan jadi tukang ojek lagi, tapi di kantornya."

"T-tapi Pi, saya cuma lulusan SMK."

"Lho kenapa? Yang penting kamu bisa diandelin dan berusaha. Walaupun sarjana, tapi gak tau apa-apa, sama saja semuanya sia-sia. Yang kamu butuhkan sekarang ini tekad."

"Nanti saya dibilang nepo ..."

Iyo kembali berdecak. "Gak usah dengerin omongan orang-orang. Malah nanti Papi yang diomongin karena biarin menantu Papi jadi tukang ojek, padahal mampu kerja di kantoran! Jadi, kamu gak usah banyak protes!"

"Kok Papi marahin Ardan?" Mereka menoleh menatap Aurora yang kini melangkah mendekat dan duduk di sebelah Ardan.

"Enggak kok Yang. Papi cuma ngasih aku saran," ujar Ardan menenangkan seraya mengusap pelan lengan Aurora yang memicingkan mata kesal menatap Papi yang mendengus pelan.

"Eh bukannya tadi sore kalian dari rumah sakit buat cek kandungan Rora?" Papi mengalihkan pembicaraan. Dan berhasil. Aurora kini menatapnya dengan sumringah.

"Iya."

"Jenis kelaminnya apa?" tanya Papi penasaran dengan senyum lebar.

Aurora hendak bicara, tapi ditahan Ardan. "Papi belum boleh tau."

"Lho kok gitu?! Papi mau tau jenis kelamin cucu Papi!" gerutu Papi memicing kesal menatap Ardan. "Cepet kasih tau!"

"Nanti aja kalau acara baby shower," Mami bergabung dengan mereka.

"Ck! Acara apasih itu?"

"Itu lho, Pi. Nanti aku sama Ardan mecahin balon yang isinya serbuk berwarna. Kalau keluar warna biru, berarti cucunya Papi laki-laki. Kalau warna pink, ya perempuan."

"Perasaan dulu gak ada acara kayak gitu deh!"

"Ya kan dulu. Beda jaman, Pi." Mami menepuk pelan paha Papi.

CERPENWhere stories live. Discover now