CERPEN : AURORA

3.8K 476 31
                                    

Part 10
______

Mengenakan rok selutut berwarna putih. Baju kemeja berwarna pink dan wedges berwarna sama dikenakan pada kedua kakinya. Mengikat satu rambut panjangnya serta memakai riasan pada wajahnya.

Aurora menoleh menatap Ardan usai berdandan. Suaminya itu menatapnya sedari tadi membuatnya salah tingkah. Hendak menyelipkan helaian rambut ke belakang daun telinganya, tapi ia sadar jika rambutnya terikat. Membuatnya kembali tersenyum malu.

Meraih tas tote yang berisi perlengkapan kerjanya. Bahkan kemarin ia membuat CV lamaran kerja.

"Beneran gak mau kuanter?" tanya Ardan yang di gelengi Aurora. "Tapi nanti kujemput, ya?"

Aurora hendak menggeleng, tapi melihat ekspresi Ardan yang penuh harap, akhirnya ia mengangguk. Aurora pun mengendarai pinky menuju ke tempat kerjanya. Melirik kaca spion, dan menemukan Ardan yang mengikutinya. Membuat Aurora tersenyum senang.

Tidak berapa lama ia pun tiba, memarkir motornya lalu turun, kini menatap Ardan yang juga singgah. "Udah sana pergi. Nanti jemput aku."

Ardan mengulas senyum. Lalu beranjak dari sana. Aurora pun melepas helm dari kepala, memperbaiki ikatan rambutnya kemudian melangkah masuk. Menyapa para karyawan yang ada di butik tersebut lalu naik ke lantai atas, ruangan Una berada.

Una belum datang, jadi Aurora duduk di sofa yang berada di luar ruangan bosnya tersebut. Duduk rapi seraya bersenandung pelan.

"Hei Rora." Aurora sigap berdiri saat Una datang. Memberikan senyuman manis pada wanita cantik tersebut. "Kenapa duduk di sini? Meja lo ada di dalam juga."

Aurora mengekori Una yang melangkah dengan elegan masuk ke dalam ruangannya. Demi apapun, bosnya ini cocok sekali jadi model.

"Mbak Una, ini CV-ku." Aurora menyodorkan map bening tersebut pada Una yang kini duduk. Una mengulas senyum seraya menerima CV tersebut.

"Sebenarnya gue gak butuh kayak ginian sih, Ra. Kan gue udah nerima lo kerja," ujar Una seraya mengamati CV tersebut kemudian mengangkat pandangannya menatap Aurora yang terlihat semakin manis mengenakan baju berwarna pink. "Tapi, gak pa-pa."

Aurora membalas senyuman Una. Lalu duduk di hadapan Una saat bosnya itu mempersilahkannya duduk.

"Lo jurusan psikologi?" Una kembali mengamati CV Aurora.

"Iya Mbak. Mbak Una pernah jadi model, ya?"

Una mengangkat pandangannya dan tersenyum geli menatap pandangan berbinar Aurora. "Gak pernah. Kenapa?"

"Body-nya Mbak Una kayak model. Terus mukanya juga sangat mendukung." Una tertawa mendengar celetukan Aurora. Ia menaruh CV tersebut ke dalam laci dan kembali mengamati Aurora yang mengeluarkan notebook serta pulpen dari tote bag lalu meletakkannya di atas meja. "Jadi, aku harus ngapain, Mbak?"

"Sebenarnya gue nyari asisten cuma biar ada temen ngobrol aja sih." Una tertawa pelan karena ucapannya sendiri. Lalu terdiam karena Aurora hanya menatapnya. Una berdecak gemas melihat binar mata Aurora yang begitu antusias kemudian mengeluarkan iPad dari laci. "Ini nama-nama klien dan nomor hand phone mereka. Lo atur jadwal untuk pertemuan kita."

"Oke, Mbak." Aurora pun bangkit menuju ke mejanya sendiri yang berada di ruangan Una.

Pintu ruangan tersebut dibuka begitu saja sosok Arsen nampak. Pria itu langsung memfokuskan tatapan pada Aurora yang mengangkat pandangan.

"Maaf Mas, di mana ya sopan santunnya? Kok gak ketuk pintu dulu?"

Arsen memicing datar menatap Aurora. Lalu berjalan ke arah Una yang tertawa geli kemudian ia menaruh sebuah bingkisan di atas meja Una, juga bucket  bunga.

CERPENWhere stories live. Discover now