CERPEN : SHARMA

2.5K 348 22
                                    

Part 12
______

"Percival Remy Benjamin!"

Seruan tersebut membuat badan Regan menegak. Duduk dengan kaku di balik meja kerjanya. Senyumnya langsung terpatri ramah, bahkan berkali-kali ramah saat melihat Remy yang terlihat cemas. Sakit apa lagi bocah itu?

Apalagi saat menatap sosok yang menemani Remy.

Segera ia berdiri, menuntun Remy untuk diperiksa, bertanya apa yang dialami Remy.

"Sejak dari liburan dua hari yang lalu, dia mencret terus. Udah aku kasih obat, tapi sama sekali gak mempan," jelas Sharma.

Regan menekan dengan lembut perut Remy. Mendengarkan setiap penjelasan dari Sharma. "Kalau muntah?" Regan kini menatap Sharma.

"Enggak. Kok Mas Re lihatin aku kayak gitu? Ka-kami dari liburan di Aussie, mana ada cilok di sana." Mengingat Regan pernah menasehatinya saat Remy mengalami sakit perut juga karena mengkonsumsi jajanan di luar sekolah.

Pria itu mendengus. Lalu kembali fokus ke Remy.

"Remy cuma masuk angin," ujar Regan seraya merespkan obat untuk Remy.

"Mommy, mau pup."

Regan pun menyuruh Remy untuk masuk ke toilet yang ada di ruangan tersebut meninggalkan Sharma dan Regan berdua. Saling duduk berhadapan, mereka dipisahkan meja. Regan sendiri masih serius menulis resep obat. Sharma diam mengamati pria itu.

"Gimana keadaanmu?" tanya Regan tanpa menatapnya.

"Feel better," jawab Sharma. Selama dua minggu liburan bersama Remy serta Ayah dan Bunda di Australia. Perasaan Sharma jauh lebih baik. Malah sangat jauh lebih baik.

Seperti yang Regan katakan padanya, ia tak perlu berlarut dalam kesedihan dan tak perlu memaksakan diri untuk memaafkan sosok itu.

Masih memiliki Ayah dan Bunda sebagai orang tuanya yang begitu menyayanginya. Ada Remy yang menjadi penguatnya dan orang-orang yang memberi dukungan padanya. Sharma tak perlu merasa sendiri.

"Aku belum sempat bilang terima kasih." Kini Regan menatapnya. Seperti biasa pria itu tanpa ekspresi. "Terima kasih karena sudah menemani aku di kondisiku yang terpuruk."

"Sama-sama," balas pria itu lempeng. Ekspresi Sharma yang tadinya teduh berubah jengkel. Melipat tangannya di dada seraya mendengus pelan. "Apa lagi?" tanya Regan heran.

Seraya membuang muka, Sharma berujar, "Selama dua minggu aku liburan, Mas Re gak pernah hubungi aku, bahkan gak kirim chat."

Sharma mendengar suara kursi di dorong, kemudian langkah kaki Regan membuatnya entah kenapa berdebar sehingga tak ingin memalingkan wajahnya, bahkan melirik Regan saja ia tak ingin.

Sharma hampir saja memekik saat Regan mengukung badannya di kursi tersebut. Kedua lengan pria itu memerangkap badannya. Tangannya menumpu di lengan kursi dengan badan membungkuk dan condong ke arahnya sehingga wajah mereka terlalu dekat.

"Aku biarin kamu nikmatin waktu kebersamaan kamu dengan keluargamu. Karena nanti kalau kita punya keluarga, sudah pasti kamu nikmatin waktu bersama dengan keluarga kita."

Sharma mengerjap pelan mendengar setiap rentetan kata yang keluar dari mulut Regan. Ekspresi pria itu begitu serius membuat Sharma semakin berdebar tak karuan.

Tapi, untuk menutupi rasa gugup yang menerjangnya, segera ia menampar pipi Regan, tentu dengan pelan, bahkan terkesan manja. "Apa sih bahas-bahas keluarga kita?! Kamu aja belum ngomong apa-apa ke aku!" gerutu Sharma.

CERPENWhere stories live. Discover now