10.Shopping

1.1K 93 3
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Sebelumnya Ghea tak pernah merasa se gugup ini saat berhadapan dengan seseorang -kecuali dalam waktu-waktu tertentu-. Bahkan beberapa petinggi negeri yang pernah ia temui tak pernah membuatnya merasakan kegugupan yang berlebihan. Akan tetapi sekarang, ketika sosok pemilik tubuh jangkung itu berdiri di depannya, memasang wajah heran atas keterdiamannya sedari tadi, dia tak percaya bahwa jantungnya berdegup begitu kencang. Harap-harap suaranya tak akan sampai ke telinga siapapun.

Mencoba menghilangkan perasaan yang janggal, dia berdehem pelan dan menarik nafas, berusaha terlihat normal, "lo.. udah mendingan? " tanya nya tanpa memperlihatkan ekspresi yang berlebih.

Tangannya mengeratkan pegangan pada buku-buku yang sedang di dekapnya. Mengalihkan pandangan ke sembarang arah, kemana pun itu asalkan tidak bertubrukan dengan netra milik Narthana. Bahkan kaleng soda yang dibuang sembarangan entah oleh siapa, rasanya lebih menarik untuk dipandangi saat ini ketimbang wajah tampan laki-laki dihadapannya.

Narthana mengernyitkan alis, "lo ngomong sama gua? " tanya nya bingung.

Dalam hati, Ghea menggerutu kesal. Mati-matian dia menahan gugup, tapi Narthana tak sadar bahwa Ghea sedang mengajaknya berbicara? "Enggak, sama pohon yang bergoyang" ujarnya dongkol. Dengusan sebal keluar dari hidung bangir nya kala mendapati suara kekehan yang berasal dari sang lawan bicara.

Narthana tertawa pelan. Random sekali, dia tiba-tiba membayangkan pohon yang bergoyang seperti biduan dangdut. Namun dengan cepat dia meredakan tawanya saat melihat ekspresi kesal dari Ghea. Tahu bahwa perempuan di depannya bisa ganas dalam satu waktu, dia pun menjawab dengan benar, "gua udah mendingan, kok" ujarnya kemudian meringis kecil, "ya seenggaknya gua udah kuat buat berdiri"

Ghea melirik lewat ekor matanya, lalu mengangguk kecil. Hatinya sedikit terasa lega mendengar penuturan Narthana. Perempuan pemilik dimple yang manis itu sedikit menarik kedua ujung bibirnya samar, meski sedetik kemudian segera luntur kala menyadari sesuatu.

Tunggu,

apa dia sempat khawatir pada Narthana?

Dia menggeleng cepat kemudian menepuk kepalanya cukup keras, mengundang pandangan aneh dari laki-laki didepannya. Satu pertanyaan yang terlintas di pikiran Narthana saat itu, apa terlalu banyak membaca buku memberi efek samping? Jika iya, maka Narthana tak akan pernah mau membaca buku.

Berbanding terbalik dengan Ghea yang mulai menyadari akan pandangan aneh dari orang didepannya, lantas dia berdehem pelan kemudian menegakkan tubuhnya. Pura-pura melirik arloji, dia lalu menatap Narthana.
"Bentar lagi bel. Kalo lo udah ngerasa mendingan, mending langsung masuk ke kelas. Pelajaran Bu Sofi sekarang ada ulangan" ujarnya kemudian cepat mengambil langkah lebar. Berlalu melewati Narthana yang terkejut bukan main.

Dia baru ingat hari ini ada ulangan harian. Alamat dapat nilai nol karena tak sempat baca buku. Dia berdecak. Biarlah untuk kali ini dia tak akan masuk, alibi saja bahwa kepalanya masih pusing.

Narthana menggeleng pelan. Kenapa otaknya begitu baik digunakan dalam hal buruk seperti ini.

Berbeda dengan Ghea, sepanjang jalan menuju kelas dia tak henti meruntuki kebodohannya karena sempat terlihat aneh di depan Narthana.

Cowok yang berhasil mengambil perhatiannya akhir-akhir ini.

°••°

Hari berlalu begitu cepat tanpa terasa bahwa waktu telah sore. Selepas sekolah, Narthana berencana pergi ke supermarket untuk membeli beberapa keperluan yang dititipkan oleh sang ayah. Entah berapa puluh barang yang harus dia beli, karena yang pasti catatan di tangannya begitu panjang menunjukkan list yang sudah dituliskan oleh Sena setelah sholat subuh tadi.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now