33.Affection

921 101 5
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Damar terdiam. Tubuhnya terpaku di samping ranjang dengan segala pertanyaan di kepala. Matanya sedari tadi tak lepas dari semua pergerakan Sena yang dengan cekatan mengeluarkan segala perlengkapan kesehatannya. Kemudian memeriksa hingga mengatur oksigen yang akan digunakan Narthana lewat alat bantu napas yang sudah terpasang apik.

Meski dengan wajah tenang, Damar tahu ada rasa panik dan cemas dari sepasang sorot kelam milik Sena. Maka setelah keadaan membaik, Damar langsung menangkap helaan napas lega yang mengudara. Sena pun nampak duduk di tepi ranjang sambil menatap lamat wajah layu putranya yang sedikit terhalangi. Sejenak abai pada presensi Damar yang kebingungan di sana.

Dalam situasi hening, Damar tetap diam memperhatikan segala sikap lembut yang Sena beri pada sang anak. Bertanya dan menggenggam jemari hangat yang nampak terkulai lemas. Dan detik itu, ketika Damar melihat bagaimana Sena menyeka keringat di dahi Narthana dan membubuhinya kecupan kasih sayang, terselip rasa iri yang tiba-tiba meringsek masuk pada celah hatinya.

Maka jangan salahkan Damar. Dia hanya tidak tahu bagaimana rasanya mendapatkan perlakuan seperti itu dari sosok ayah kandungnya.

Tak lama dari itu Alma datang dengan sebuah baskom berisi air hangat dan handuk kecil untuk mengompres. Sena bilang demam Narthana kembali naik, jadi tadi dia memutuskan untuk kembali turun ke dapur.

"Mas.." dia menepuk pelan pundak Sena.

Sena menoleh lalu tersenyum tipis. Dia mengambil alih baskom berwarna biru itu lalu dia letakkan di atas night stand, "makasih, biar aku aja" katanya.

Alma mengangguk dan memilih mendudukkan tubuhnya di samping sang suami. Tangannya mulai memijat pelan kaki Narthana yang tertutupi oleh selimut.

"Damar.."

"Hm?" Dia mendongak kala sang ibu memanggil.

"Temen kamu nyariin tadi. Mereka bilang mereka mau pulang"

Damar mengangguk. Dia langsung bangkit dan berjalan keluar kamar. Sebelum itu dia menyempatkan diri untuk melirik wajah Narthana sekilas. Anak itu nampak merasa tidak nyaman dalam pejaman matanya. Beberapa kali mengerutkan dahi yang disertai lenguhan lirih, membuat Damar yakin bahwa Narthana sedang menahan sakit yang sedang menghujam tubuhnya.

Entah mengapa Damar merasa tidak tega.

Dia memutuskan untuk segera melanjutkan langkahnya. Kakinya menuruni satu persatu anak tangga hingga dia bisa melihat Yudha, Tian dan dua teman adiknya sedang duduk berjajar di sofa.

"Mau pada balik sekarang?" Tanya Damar ketika dia sudah berada di belakang keempatnya.

Mereka sontak berbalik bersamaan. Namun Jevo dan Harsa malah langsung menghujami Damar dengan tatapan yang menuntut penjelasan.

"Bang, Narthana kenapa tadi?"

"Dia gak papa?"

Damar langsung saja menggeleng, "gak papa" jawabnya, "dia cuman butuh istirahat sekarang"

Padahal nyatanya dia pun tak yakin dengan jawabannya sendiri.

"Dia sakit apa sih, bang?" Tanya Jevo begitu penasaran. Pasalnya ketika melihat raut terkejut dan panik Sena saat Damar bilang Narthana sakit, dia langsung bisa menangkap bahwa temannya yang satu itu tidak sedang mengalami sakit yang biasa. Bukti lainnya ada pada tabung oksigen yang berada di samping ranjang. Jevo yakin itu bukan karena sakit maag nya yang kambuh.

"Gua..juga gak tahu" Damar kemudian menghela napas. "Tapi gua yakin dia gak kenapa-napa kok. Dia juga lagi tidur sekarang" katanya.

Dan setelah mencoba menjelaskan sedikit tentang kondisi Narthana, akhirnya mereka pamit pulang. Dia mengantar mereka hanya sampai pintu depan, lalu kembali masuk dan memutuskan untuk pergi ke kamarnya.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now