39.Verschillend

671 65 4
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Setelah satu jam berada di pantai, mereka memutuskan untuk segera pulang sebelum hari semakin larut. Seperti biasa Narthana menyerahkan helm berwarna pink pada Ghea supaya perempuan itu pakai. Mereka keluar dari area pantai dan melaju di jalanan yang telah diterangi lampu.

"Lain kali mau ke sana lagi gak?" Tanya Narthana.

"Boleh"

"Kalo gitu lo berdoa ya"

"Berdoa apa?"

"Supaya Tuhan ngasih kita waktu lebih banyak biar bisa ke sana lagi bareng-bareng"

Ghea mengangguk kecil di belakang. Narthana yang sempat menoleh pada kaca spion pun tersenyum.

Langit perlahan berubah menjadi gelap. Deretan pertokoan dan gedung pencakar langit satu persatu mulai menjadi terang. Warna warni lampu membuat sore menjelang malam ini terasa lebih indah.

"Udah adzan. Kita mampir dulu ke masjid gak papa kan?"

"Iya gak papa"

Narthana mulai menyalip beberapa kendaraan di depannya. Sekarang dia mulai mencari letak masjid terdekat. Di karenakan waktu maghrib hanya sebentar, maka dia harus segera cepat.

Dia membelokkan motornya memasuki sebuah parkiran masjid yang cukup besar. Bersamaan dengan beberapa kendaraan lain yang juga masuk untuk ikut melaksanakan sholat. Narthana memarkirkan si merah di antara jejeran motor lain yang sudah terparkir. Keduanya turun dan melepaskan helm.

Ghea menoleh kanan kiri menatap sekitar. Lalu beralih menatap arsitektur masjid yang begitu indah dengan kubah berwarna emas terang. Dia terdiam sejenak. Kumandang adzan pun kini telah terdengar dengan jelas di telinganya.

"Ayo" ajak Narthana. Dia melangkah lebih dulu di depan, yang tanpa dia tahu bahwa Ghea saat ini masih mematung di tempatnya.

Ghea tersadar lantas menatap lamat punggung Narthana di depan. "Na.."

Narthana mengangkat sebelah alisnya lalu menoleh. Melihat jarak mereka berdiri yang terbentang dua meter, dia lantas bingung kenapa perempuan itu hanya diam saja.

"Kenapa, Ghe?"

"Gua tunggu di sini aja ya?"

Raut kebingungan terlihat di wajah Narthana. "Lho, kenapa?" Tanya nya, "oh.. lo lagi halangan ya?"

Ghea terdiam sejenak sebelum menggeleng pelan. "Bukan itu"

"Terus?" Narthana menghadapkan tubuhnya dengan sempurna untuk menatap Ghea. Dia sedikit memiringkan kepala dengan raut tanya. "Lo gak bawa mukena? Di dalam pasti ada kok, lo-"

"Bukan itu juga"

Pandangan perempuan itu mengedar sejenak menatap orang-orang yang mulai masuk ke dalam masjid. Ketika langkah mereka nampak terburu-buru akibat adzan yang hampir selesai, dia lalu menarik tatapannya beralih pada Narthana. Lelaki itu masih berdiri di sana untuk mendengarkan alasannya.

"Gua.." Ghea menatap manik kecoklatan itu lekat, menyelaminya di antara penerangan lampu yang menyorot dengan jelas. Jujur saja bahwa sudah sangat lama dia mengagumi tiap bagaimana mata itu memandang. Di awal semester ketika mereka harus maju untuk perkenalan di depan kelas, dimana nama Narthana adalah nama yang selalu dia ingat pertama kali. Ghea telah jatuh cinta pada lelaki berdarah sunda itu diam-diam.

Namun kenyataan bahwa belakangan ini Narthana selalu menunjukkan rasa ketertarikan yang sama padanya ternyata tak lantas membuat dia sepenuhnya bahagia. Karena....

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now