23.The Reason

772 82 2
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Setelah hujan sempat reda tadi, lalu kembali di susul gerimis, akhirnya Narthana berhasil menapakkan kaki di rumah saat air kembali turun dengan lebat. Dia mengusak rambutnya yang sedikit basah sambil membuka pintu. Suaranya mengalun mengucap salam dan sambil mengusap jaketnya yang basah dia melenggang menuju kamar.

"Eh?! " sebelah kakinya yang masih menapaki undakan tangga terhenti. Dia menatap kaget seorang wanita paruh baya yang baru keluar dari dalam kamarnya, tengah menutup pintu.

"Baru pulang, Na? Kamu kehujanan? " suara lembut yang mengalun khas dari Amih membuat Narthana bergerak untuk mendekat. Dia mengangguk dan tersenyum membalas senyuman sang nenek.

"Iya, nih jaket aku masih basah" dia mencium tangan Amih lalu melirik jaket yang masih dikenakannya sekilas, "Amih kapan nyampe? Kok gak ngasih tau sebelumnya? Terus Apih mana? Di bawah gak ada siapa-siapa 'tuh"

"Amih nyampe jam 9 tadi, gak ngasih tau juga kan biasanya Amih langsung dateng kesini. Kalo Apih mu dia lagi di kamar, baru bangun tidur terus sholat ashar. Kamu udah sholat? " Amih menepuk pundak Narthana dan meraba jaket yang terasa lembab itu.

Narthana menggeleng, "belum, hehe. Tadi kejebak hujan lama banget, jadi pas udah reda langsung pulang"

Amih mendengus geli menatap cucunya yang nyengir, "ya udah buruan mandi dulu sana, jaketnya simpen di keranjang cucian ya, jangan lupa. Habis itu sholat terus turun ke bawah, Amih bawa makanan dari Bandung"

Mata yang mirip rusa itu berbinar cerah saat mendengar kata makanan. Apalagi membayangkan oleh-oleh yang neneknya bawa dari Bandung membuat Narthana senang. "Siap cantik! " tangannya terangkat menyentuh pelipis, membuat pose hormat dengan badan yang tegak.

Melihat itu Amih lantas memukul pelan tangan Narthana sambil tersipu, "udah sana, Amih tunggu di bawah"

"Hehe, oke"

Narthana berlari kecil ke dalam kamarnya. Setelah membuka jaket dan melemparnya ke keranjang cucian, dia segera menarik handuk kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk bebersih.

Kali ini meski udara diluar terasa dingin, namun Narthana tidak merasa kedinginan saat menyentuh air. Mungkin karena tubuhnya yang lebih dingin membuat air di dalam bak terasa lebih hangat. Maka dari itu waktu yang dia habiskan untuk mandi kini lebih singkat dari biasanya.

Kaos lengan panjang dengan celana training berwarna hitam membuat tampilannya lebih santai. Dia meraih sarung lalu memakainya, tak lupa juga menggelar sajadah untuk dia memulai sholat.

Beberapa menit berlalu dan di raka'at terakhir, seperti biasa dia akan bersujud lebih lama. Sambil berdoa lebih banyak pada Allah, dia menggunakan itu untuk memohon segala apapun, termasuk kebahagiaan ibu dan ayahnya. Tak lupa Amih dan Apih yang selalu ikut serta dalam setiap untaian doanya pada sang pencipta.

Namun kali ini, dia ingin menambahkan keinginan baru.

Dia ingin sembuh dan tak lagi membuat repot siapapun. Dia tak ingin pengalaman dulu sampai terulang. Dia tidak ingin lagi mendengarkan tangisan yang diam-diam mereka keluarkan karena dirinya. Dan dia tak ingin semakin banyak merasa bersalah.

Cukup saja dulu dia menjalani kehidupan yang pahit sampai membuat ibunya meninggal. Dia tak mau luka itu sampai kembali muncul ke permukaan, disaat orang-orang sudah berusaha menguburnya dalam-dalam.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now