37.Ochtend

892 106 14
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Apa Narthana pernah bilang jika dia adalah idola para ibu-ibu? Kalau belum, mari melihat ini lebih lanjut.

"Ya ampun ganteng nyaa"

"Ih anak tante, pipinya pengen dicubit deh"

"Iyaa, gemes banget"

"Eh liat senyumnya, astaga Na kamu jangan terlalu ganteng ya, nanti tante khilaf kalo udah punya suami"

"Bisa gak sih tuker tambah sama anak gak berguna di rumah?"

"Kayaknya kalo kamu rebahan terus juga gak papa, Na asal kamu jadi anak tante ya?"

"Pak Sena punya bibit unggul yang berkualitas nih. Apa perlu saya minta satu kali ya?"

"Emangnya bibit stroberi?"

Narthana menghela napas pasrah ketika kerumunan 'makhluk terkuat di bumi' itu sudah mengerubunginya. Tangan mereka pun seolah tak bisa diam sampai terus mencubit dan menguyel pipi Narthana dengan gemas. Dia meringis pelan seraya berusaha menahan tangan-tangan pedas itu yang masih ingin bermain di pipinya.

Padahal dia sudah hidup selama 17 tahun, namun kebiasaan ibu-ibu itu tidak pernah hilang hingga detik ini. Jika saja Narthana tidak lupa bahwa di komplek ini ada sekumpulan wanita ganas yang selalu memiliki niat untuk menculiknya, dia pasti tak akan keluar rumah untuk jalan-jalan pagi. Harusnya dia mengambil jalan lain saja untuk pergi ke taman meski harus dengan jalan memutar. Tapi itu lebih baik daripada harus menjadi santapan para singa betina di pagi hari begini.

"Orang tua kamu belum pulang ya? Udah sarapan belum? Tante tadi masak perkedel sama sayur sop lho"

"Di rumah tante aja. Tadi tante masak ayam kecap pakai bumbu spesial. Pasti kamu suka"

"Kamu suka masakan sunda kan? Tante tadi bikin sayur asem, ikan asin sama sambel terasi di rumah. Ke rumah tante aja ya?"

'ya ampun, begini amat nasib anak ganteng'

Narthana tersenyum sopan lalu menggeleng, "gak usah tante. Aku udah sarapan kok tadi"

"Pasti sedikit. Kalo gitu kamu harus makan lagi di rumah tante biar gak lapar lagi nanti"

Narthana tersenyum kaku. Otaknya saat ini sedang berputar memikirkan bagaimana cara supaya dia bisa kabur dari sini. Terakhir kali ketika dia bisa lepas dari mereka adalah ketika dia menumbalkan Sena yang akhirnya menjadi objek cubitan para ibu-ibu. Maklum saja, selain anak, ayahnya juga menjadi idola wanita. Bahkan pernah suatu hari para suami dari ibu-ibu itu datang ramai-ramai karena protes telah menjadi bahan perbandingan istri-istri mereka. Yang mana malah berakhir ngopi bareng sambil curhat di halaman belakang.

Ketika ada Narthana yang mulai merasa pasrah, terdapat sosok lain yang sedang melihat tontonan asik di depannya sambil bersidekap dada. Bibirnya tersungging kecil sambil sesekali menggeleng pelan. Tak ada niatan untuk menolong sama sekali, sebab melihat ekspresi pasrah Narthana merupakan hiburan tersendiri baginya.

Narthana melirik kanan kiri, melihat satu persatu wajah sumringah di hadapannya. Dia menghela napas pelan dengan bibir yang sedikit melengkung. Namun di detik setelahnya dia melotot kala mendapati eksistensi Damar yang sedang tampak mengejeknya di depan. Dan hal yang paling menyebalkannya lagi, di sana Damar hanya berdiri santai sambil memperhatikan bagaimana menyedihkannya dia ditengah-tengah para ibu ini.

Narthana mengerutkan alis ketika Damar memberi isyarat lewat gerakan tangan, menunjuk dadanya sendiri kemudian angin kosong di belakang. Di karenakan tak paham maksud sang kakak, dia pun menggeleng pelan. Kepalanya bergerak seolah bertanya 'apa?'.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now