24.Nothing is Fine

1K 92 1
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

"Anjir, Harsa! Bikin kerjaan aja tuh anak, gak tahu apa gua lagi mager? "

Sejak tadi Narthana terus menggerutu kesal seraya mengenakan jaket denim dan menyambar kunci motor di meja belajar dengan cepat. Dia keluar dari kamar dan menemukan ayahnya yang sedang di dapur, sedang menuangkan air ke dalam gelas.

"Pa, aku izin keluar sebentar"

Sena mengernyitkan alis disela tegukan air yang mengalir membasahi tenggorokannya yang kering. "Kemana? Jam segini? " tanyanya setelah itu. Dia berjalan ke arah ruang televisi untuk melihat jam dinding. Pukul 9 malam.

"Ada urusan, Pa. Sebentar aja. Aku janji sebelum jam 10 aku udah pulang" mohonnya sambil mengangkat dua jarinya sebatas kepala.

Sena tak lantas percaya. Dia menggeleng tidak mengizinkan. Lagipula urusan apa jam segini? Meski di luar orang-orang masih banyak yang beraktivitas, tapi malam hari adalah waktu yang rawan. Belum lagi angin dingin yang berhembus, pakai motor pula. Lagi, Narthana hanya mengenakan jaket denim sebagai lapisan bajunya. Tidak akan bisa menghalau dingin.

"Gak, Na. Papa gak kasih izin. Emang anak sekolah kayak kamu ada urusan apa sampai udah larut begini? " tanya Sena sambil bersidekap dada.

Narthana mencebik kan bibirnya. "Harsa butuh aku, Pa. Dia habis dari rumah Om nya, tapi angkot nurunin dia di tengah jalan. Motornya mogok udah lama dan sampe sekarang belum bisa dipake. Dia bilang kuotanya habis sedangkan dia cuman ada gratisan telepon. Makanya dia minta tolong aku"

"Kok nelpon kamu? "

"Ya karena posisi dia gak jauh dari sini. Ya, Pa? Sebentar kok, habis nganter dia aku langsung pulang" bujuk Narthana kembali. Dalam hatinya dia terus menyumpah serapahi Harsa yang sudah membuatnya harus mencari alasan dan memelas supaya Sena memberi izin.

Dia sebenarnya tidak sepenuhnya berbohong. Harsa memang diturunkan di tengah jalan oleh angkot dan bingung harus pulang dengan apa. Uangnya habis sedangkan motor yang sering anak itu pakai dirampas oleh kakak tirinya untuk membayar taruhan saat dia ingin menjemputnya untuk pulang ke rumah. Kakak tirinya memang sering sekali membuat masalah dan Harsa sialnya selalu terlibat pada masalah yang sama sekali tidak dia perbuat.

Terkadang Narthana kasihan sekaligus kesal. Kenapa Harsa selalu pasrah saat diperlakukan buruk oleh kakak tirinya? Selalu diam saat ibunya bertanya. Dan selalu bilang 'gak papa' saat wajahnya babak belur karena kakaknya yang tempramen. Kalau itu dia, sudah dia hajar orang itu sampai kapok. Ya meski dia tak begitu jago soal bela diri, tapi dia mampu kalau tonjok-tonjokan.

Narthana jadi berpikir, mungkin Harsa beruntung tentang sosok ibu yang masih dia miliki. Tapi untuk keluarga yang harmonis, dia menang untuk itu. Narthana jadi menyesal karena dulu sering iri pada anak itu.

Sena terdiam, nampak berpikir lama. Mendengar alasan masuk akal Narthana, dia juga kasihan bila teman anaknya itu harus luntang lantung tak bisa pulang. Teringat bila Narthana berada dalam posisi seperti itu.

Dia menghela napas pelan. Kemudian berjalan mendekat sambil berkata, "ganti jaket dulu sana. Nanti pulang malah sakit, lagi"

Narthana sumringah. Dia mengangguk dua kali, "siap! " kemudian berlari kembali ke dalam kamar untuk mengganti jaket dengan yang lebih tebal.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now