20.Diligent

946 87 1
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Hanya 5 hari selama perawatan di rumah sakit, dan hari ini Narthana sudah diperbolehkan pulang. Kini dia sedang berada di dalam mobil, bersama Sena juga pak Firman yang mengemudi. Suara penyiar radio yang terdengar tengah menyebutkan ramalan cuaca hari ini dari berbagai wilayah di Indonesia telah menjadi pengisi keheningan sejak beberapa menit lalu. Tak ada dari mereka yang mengeluarkan obrolan. Sekalipun Narthana yang biasanya tidak betah jika hanya terdiam.

Kepalanya bersandar pada kaca mobil, sedang mata beningnya menerawang, menatap langit yang tampak cerah siang ini. Suara bising jalan raya ternyata tak sedikitpun membuat dia terusik. Masih asyik dengan pikirannya yang mengawang pada satu ingatan.

Bukannya Narthana tak mengerti alasan sang ayah dan dokter Stellar yang waktu itu memaksanya untuk mengikuti prosedur pemeriksaan lanjutan. Bahkan Narthana sudah lebih dulu hafal saat dokter cantik itu mengatakan bahwa dia hanya ingin memastikan sesuatu.

Dulu, Narthana juga pernah melewati hal semacam itu. Dia sudah terlampau familiar hingga tak bisa berpikir positif. Lagipula sekarang dia tak ingin marah-marah apalagi sampai menyalahkan takdir. Karena dia sadar bahwa hal ini datang juga karena kecerobohannya sendiri. Dia sadar bahwa rasa malasnya untuk terus kontrol dan meminum obat membuat dia harus kembali pada posisi ini. Dia hanya takut Sena kecewa.

Narthana menoleh ke samping dimana Sena duduk, tengah terpejam untuk menghilangkan kantuk. Wajar saja, selama 5 hari dirinya dirawat Sena jadi jarang pulang ke rumah. Selalu di rumah sakit untuk menemaninya. Bahkan seringnya ayah satu anak itu tidak tidur sama sekali karena menemani Narthana yang sulit terpejam.

Dia jadi tambah merasa bersalah. Hal berat apa yang akan ayahnya hadapi suatu hari nanti? Dalam keadaan seperti kemarin pun, ayahnya telah mengorbankan banyak waktu.

"Pa" dia mengguncang pundak Sena pelan kala pak Firman sudah memarkirkan mobil di halaman rumah.

Sena terperanjat kaget hingga mata sayu nya terbuka. Dia menggosok mata sejenak, "udah nyampe? Ya udah, kamu langsung masuk gih, istirahat"

Narthana mengangguk mengiyakan. Dia membuka pintu mobil dan berjalan masuk menuju kamar. Sedangkan Sena mengambil tas yang berisi pakaian Narthana.

Di dalam, dia bertemu bu Ratih. Baru selesai membersihkan dapur. "Bu, makan siang sudah ada? " tanya Sena setelah meletakkan tas yang dibawanya ke atas sofa, diikuti tubuhnya yang ikut jatuh terduduk di sana.

Bu Ratih mengangguk, "sudah, Pak. Baru saja selesai di masak. Mau disiapkan sekarang? "

Sena menggeleng, "enggak nanti aja. Narthana kayaknya lagi istirahat, dan saya juga mau tidur dulu sebentar. Ibu sama pak Firman makan aja duluan"

"Iya, Pak"

Setelah menghela napas panjang dan memijat sejenak tengkuknya yang pegal, dia pun kembali meraih tas tadi dan membawanya ke lantai dua dimana kamar mereka berada. Dia terlebih dahulu masuk kedalam kamar Narthana, sedangkan si empu sudah terlelap dengan nyenyak. Sena tersenyum sembari melangkah mendekat. Diusap nya surai lebat itu dengan lembut. Matanya memperhatikan wajah polos anak itu saat tertidur. Rasanya tak jauh berbeda ketika melihat Narthana kecil yang dulu sering memintanya untuk menemani tidur siang. Merengek supaya dia menjauhkan laptop barang sejenak dan mengajak Sena untuk tidur siang bersama.

"Papa harus tidur siang biar kuat seperti Mufasa. Ayo Pa, Nana bacain dongeng juga biar Papa bisa bobo"

Adalah ucapan yang sering Narthana kecil ucapkan ketika waktu tidur siang sudah tiba. Anak kecil dengan baju bergambar superman favoritnya itu selalu datang ke kamarnya kemudian menarik tangan Sena dengan tidak sabaran. Mengharuskan dia untuk menghela nafas dan turut berjalan menuju kasur.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now