17.Not A Dream

1.3K 114 3
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Rasanya seperti mimpi. Terbangun di tempat yang begitu dia hindari, dengan keadaan yang tidak terlalu baik. Narthana pikir kejadian kemarin merupakan bunga tidurnya saja, meski rasa sakit itu benar-benar terasa nyata, tapi tetap saja, dia pikir setelah dia membuka mata, langit-langit kamar yang akan pertama kali dia lihat. Dengan cahaya yang menembus gorden, menyoroti dirinya seperti biasa kala pagi. Namun bau obat-obatan yang menyengat di indra nya telah memperjelas bahwa kejadian kemarin bukanlah bagian dari mimpi. Membuat Narthana mulai menyadari sesuatu dan terdiam tanpa sepatah kata.

Pagi ini, Sena yang telah selesai bersiap menghampiri Narthana. Anak itu tampak murung sejak membuka mata.

"Na, sarapan bareng ya" pria itu duduk dan meraih semangkuk bubur yang diantarkan suster. Tak lupa disebelahnya terdapat sebungkus sandwich yang dia beli di kantin rumah sakit untuknya sarapan.

Narthana menoleh, "gak nafsu makan" ujarnya.

Sena yang mendengar mulai menghela napas pelan. Dia tahu mood anaknya hari ini sedang tidak bagus. Tapi jika dibiarkan, Narthana pasti tak akan bisa meminum obat jika belum ada makanan yang masuk kedalam perutnya.

"Sedikit aja. Kamu juga dari kemarin belum sempet makan, Na. Kasian lambungnya" ujar Sena berusaha membujuk.

Narthana terdiam menatap sang ayah.

"Ya? Sedikit gak papa, asal perut kamu diisi"

Sena tersenyum kala mulut anak itu terbuka. Dengan segera dia mengambil suapan kecil dan menyuapkannya pada Narthana.

"Nanti kamu sendiri disini gak papa? Hari ini ada beberapa pasien yang mau konsultasi"

"Hm, gak papa"

"Nanti agak siangan, Amih sama Apih mau dateng. Mereka tanya kamu mau nitip sesuatu? "

Narthana menggeleng, terdiam beberapa saat lalu mengangguk, "mau pizza, Pa" ujarnya.

Sena sontak berdecak pelan, "katanya gak nafsu makan" gumamnya sangat pelan, "jangan. Pokoknya selama beberapa hari ke depan Papa gak akan dulu kasih kamu makanan junkfood"

Narthana cemberut. Padahal sudah lama sekali dia tidak makan pizza. Terakhir kali adalah saat dia bermain di rumah Jevo, itupun diam-diam. Karena jika dia memakannya di rumah, maka Sena akan marah.

"Papa emang gak pernah ngasih" gerutunya lirih yang masih cukup terdengar di telinga Sena.

Pria itu menghela napas. "Nanti, kalo kamu udah sembuh Papa beliin dua box" tutur Sena.

"Ah kurang"

"Na.. "

"Tiga ya"

Sena melotot, "itu banyak banget"

"Enggak, lagian pasti habis kok"

Mata ayah satu anak itu memicing, "heran, makan mu banyak tapi gak gendut-gendut. Kayaknya Papa perlu beli obat cacing, deh" dia mengejek.

"Ck, aku gak cacingan! "

Sena lantas tertawa.

*

Waktu baru menunjukkan pukul 9 pagi dan matahari juga sudah naik perlahan. Narthana terdiam dengan perasaan jenuh. Sendirian di ruangan yang cukup luas membuatnya sangat kebosanan. Dia mengambil remote tv yang Sena letakkan di atas nakas. Supaya jika anak itu ingin menonton, tidak perlu turun dari ranjang untuk mencari benda persegi itu.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now