21.Rainy Day

929 97 4
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Beribu tetesan air yang turun dari langit telah membuat hawa siang ini sangat dingin. Kaca jendela pun nampak berembun akibat suhu udara yang rendah. Namun ternyata hal itu tidak mengurungkan aktivitas orang-orang diluar sana. Banyak orang berlarian dibawah guyuran hujan kota Jakarta. Ada yang sambil membawa payung, memakai jas hujan, tas, dan bahkan ada juga yang malah asyik melompat menginjak kubangan, membiarkan fenomena alam ini menghujami tubuhnya yang hampir menggigil. Ya, anak-anak itu sepertinya sangat menyukai bagaimana cara awan menjatuhkan bebannya. Membuat mereka basah bersama kesenangan yang akan menciptakan kemarahan bagi ibu-ibu mereka.

Narthana tersenyum geli sambil terus mengamati beberapa anak kecil yang sudah berguling-guling di atas kubangan air kotor di tengah jalan lewat jendela kamar. Suara tawa tiada henti terdengar, terasa begitu mengasyikan. Andai dia masih kecil dan bisa bergabung, pasti menyenangkan.

Narthana mendongak menatap langit yang ditutupi awan kelabu. Guntur sesekali terdengar bersama kilat cahaya di atas sana. Bersamaan dengan itu suara samar dari seorang wanita terdengar seakan berteriak, membuat dia kembali menatap objek yang sama, lalu tertawa.

"Ya ampun anak-anak Jepri! Pulang gak lu! Pulang! "

Seorang ibu berdaster nampak menggiring anak-anaknya menggunakan gagang sapu. Sontak saja mereka berlari tunggang langgang menghindari pukulan yang akan di layangkan sang ibu. Namun hal itu nampaknya tak sampai menyurutkan gelak tawa mereka yang belum habis. Mereka berlari masuk ke dalam rumah yang disusul teriakan sang ibu yang menahan marah.

Narthana tersenyum menahan geli. Jika diingat kembali, kira-kira kapan terakhir kali dia bermain hujan? Lalu melihat Mama marah karena dia yang pulang dengan basah kuyup?

Sepertinya tidak pernah.

Ya karena mana mungkin dia bisa bermain hujan dikala seluruh waktunya banyak dihabiskan di rumah sakit? Dia memang tak pernah membuat Kirana merasa jengkel akan tingkah lakunya. Atau membuat Kirana kecewa karena nilai ulangan yang tidak pernah memuaskan. Hanya saja, dia seringkali membuat mata cantik itu sembab karena terlalu banyak menangisinya. Menahan sesak sendiri karena sebuah keadaan yang tak pernah mereka harapkan.

Dia nakal, kan?

Narthana menghela napas. Tidak mau berlarut-larut mengenang masa lalu, Narthana lantas beranjak. Mungkin membuat mie sambil menonton netplik bisa sedikit menghibur hatinya.

Jadi dengan segera dia melesat turun menuju dapur. Di sana sosok bu Ratih terlihat sedang mencuci gelas bekas kopi. Narthana mendekat.

"Bu"

Padahal Narthana tak ada niat mengagetkan. Tapi ternyata bu Ratih terperanjat dan malah menatapnya seakan dia telah usil. "Untung ibu gak jantungan, Na" ujarnya seraya mengelus dada.

Narthana meringis merasa bersalah. Mungkin langkahnya terlalu pelan tadi. Dia tersenyum lalu bertanya, "Papa mana, bu? "

Bu Ratih menoleh sekilas, "kayaknya di kamar, soalnya sehabis ngopi tadi bilangnya mau tidur siang sebentar. Kenapa? "

"Hehe, enggak" senyumnya mengembang lebar. Dia jadi punya kesempatan. "Panci buat masak mie dimana, bu? "


Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now