30.Ephemeral

1K 101 2
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-


Banyak sekali hal yang tidak pernah Narthana sangka akan terjadi dalam hidupnya. Ketika jasad Kirani dulu telah sempurna tertimbun tanah, Narthana masih tak percaya jika hal itu akan datang begitu cepat.

Anak kecil dengan kemeja panjang berwarna biru muda juga celana bahan hitam itu hanya terdiam lamat, memperhatikan orang-orang yang mulai menjejalkan tanah merah ke dalam liang kubur. Tak sepenuhnya paham kenapa semua orang yang datang nampak sedih hingga berlinang air mata. Sang ayah juga tiada henti mengusap punggung kecilnya pelan tanpa mengucapkan apapun.

Di samping Sena, Narthana kecil sesekali melirik kanan kiri, mencari sosok yang dia cari sejak hari kemarin. Matanya menyapu tiap celah berharap orang yang dia tunggu juga hadir hari ini. Namun kecewa justru datang, membuat anak kecil yang baru berumur 5 tahun itu mendesah pelan.

Dalam genggaman sang ayah, seraya mendongak dia menarik-narik pelan jemari besar yang mengait pada tangan kecilnya. Dengan mata berembun juga bibir mencebik dia lantas bertanya dengan suara pelan, "Pa, Mama gak ada. Mama kemana?"

Anak sepolos itu tentu tidak pernah tahu bahwa tubuh yang sudah berbaring di bawah tanah adalah milik orang yang sedang dia rindukan setengah mati. Setelah satu minggu tidak bertemu dengan sang ibu, Narthana harus menelan pil pahit ketika mulai saat itu dia tak akan pernah bertemu dengan sosok malaikatnya untuk selama-lamanya.

Sena menanggapi dengan berusaha menarik senyum. Dia segera merendahkan tubuhnya supaya sejajar dengan tinggi sang anak. Pria itu mengusap kilas pipi tembam milik Narthana yang nampak sedikit memerah karena mentari siang itu langsung menyoroti wajahnya. Dengan mata sayu yang sepenuhnya menahan tangis, Sena berusaha menjelaskan situasi mereka saat ini dengan kalimat yang tidak langsung. Tidak tega bila nanti dia harus melihat reaksi Narthana yang mungkin akan sesuai dugaannya.

"Mama sekarang sudah bersama Allah, Na" katanya tanpa menghapus seulas senyum tipis. Ada kernyitan bingung di wajah lucu itu, mengartikan bahwa dia tak sepenuhnya mengerti atas apa yang ayahnya katakan.

"Kemana, Pa? Mama pergi ya?"

Sena mengangguk. Dia menunduk dan menghapus kilat titik air mata yang jatuh supaya Narthana tak melihat rapuhnya dia sekarang ini. "Jauh. Sangat jauh. Ke tempat yang belum bisa kita capai sekarang"

"Dimana? Nana mau ikut! Nana mau ikut Mama, Pa. Nana mau ikut ya?" Mata bulat anak kecil itu berkaca-kaca. Dia menggenggam dua tangan besar Sena memohon.

Wajar saja, karena selama 5 tahun dia hidup, Kirani tak pernah meninggalkan dia selama ini. Satu minggu adalah waktu yang sangat lama bagi Narthana untuk ibunya pergi. Maka saat itu, dengan cara apapun dia ingin kembali bertemu dengan sang ibu, yang sayangnya tak akan pernah bisa lagi dia jumpai di dunia.

Sena menggeleng tegas. Matanya memerah menahan tangis saat mendengar putranya memohon seperti itu. Lantas tangannya menarik punggung Narthana untuk dia dekap. Dia peluk tubuh mungil itu dengan erat, seakan Narthana akan menghilang jika dia melepasnya.

Cucuran air mata tumpah saat itu juga. Sena menutup mulut dengan rapat untuk meredam isak tangis. Jemarinya mengusap punggung kecil Narthana dengan penuh sayang. Dan kala sepasang tangan kecil ikut memeluk punggungnya, memberi tepukan pelan, Sena hanya bisa memohon supaya jangan biarkan putranya ikut pergi dan meninggalkan dia dalam lubang keterpurukan yang semakin gelap.

Angkasa dan CeritaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu