25.Father?

1.2K 114 2
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Sena bergerak gusar dalam duduknya. Dengan televisi yang menyala, dia berkali-kali melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Dan dari janji yang anak itu ucapkan tadi, ini sudah lebih dari 30 menit, namun Narthana masih belum juga menampakkan batang hidungnya.

Sena menggerutu, "awas aja kalo pulang, Papa cubitin kamu sampe kapok" katanya lalu berdiri mengambil ponsel, berniat menelpon anak itu atau Harsa. Karena seingat Sena, dia pernah menyimpan nomor teman Narthana untuk jaga-jaga jika dalam situasi seperti ini.

Namun saat baru dering pertama, dia menoleh kala terdengar gerbang rumah yang terbuka. Dia lantas menekan ikon merah dan berjalan cepat ke depan.

"Astaghfirullah, Na! " pekik Sena yang langsung memburu Narthana di dalam bopongan dua orang laki-laki. Anak itu terlihat lemas dengan wajah yang pucat.

"Tolong bawa masuk ke dalam, Pak" ujarnya pada Pak Jono yang ikut menahan tubuh Narthana supaya tidak ambruk. Sedangkan di belakang, dia kembali melotot kaget ketika seseorang nampak dituntun oleh Pak Beben —Satpam komplek— dengan langkah yang tertatih-tatih. Sena segera menghampiri.

"Damar?! Kalian—ada apa? Kok sampai begini? " tanyanya panik.

Si empu yang ditanya tak bisa menjawab banyak selain gelengan kecil. "Masih syok, Pak. Mereka sempat kecelakaan kecil tadi" jawab Pak Beben membantu. Melihat raut wajah pemuda ini yang nampak masih sedikit pias, dia tahu masih ada rasa kaget setelah kecelakaan tadi.

Sena mengangguk mengerti lalu meminta pak Beben untuk ikut membawa Damar ke dalam rumah. Langkahnya seolah diburu panik. Dia segera masuk saat mendengar pekikan ibunya di dalam.

Dan jantungnya seakan di hentak dengan keras saat melihat bagaimana putranya nampak sedikit kesulitan saat menarik napas. Sedangkan tangan kirinya tengah menekan pusat dimana rasa sakit itu berada. Meski pemandangan seperti ini adalah hal biasa saat dia berada di rumah sakit. Tapi kali ini berbeda, karena yang berada dalam posisi ini sekarang adalah anaknya sendiri.

"Bu, tolong obati Damar, ya. Aku bawa Narthana ke kamar dulu" putusnya dengan cepat.

Amih mengangguk. Dia menatap langkah Sena yang mulai naik ke lantai atas sembari menggendong Narthana dengan perasaan cemas. Tak henti dia menatap pintu kamar itu yang sedikit tertutup menelan keduanya masuk. Di samping, Apih mencoba mengembalikan sadar sang istri untuk segera melakukan pengobatan pada cucunya yang lain —Damar.

Amih lantas tersadar lalu segera mengambil kotak P3K di dalam laci yang tak jauh. Setelah itu mulai mengobati beberapa luka lecet pada tangan dan kaki milik Damar dengan hati-hati.

Dilain sisi, Sena membaringkan tubuh Narthana dan menumpuk bantal di belakang kepala. Dia membuka lemari paling bawah dan membawa tabung oksigen juga beberapa alat medis yang sekiranya akan sangat diperlukan untuk keadaan semacam ini. Untungnya dia telah mengantisipasi hal tersebut.

Sena menjepitkan pulse oximetry di jari Narthana untuk melihat saturasi oksigen yang berada dalam tubuh anak itu. Setelahnya dia segera menyambungkan selang pada tabung dan mengatur aliran oksigen yang keluar. Tak lupa dia pasangkan nasal kanul di hidung Narthana dan membantu anak itu untuk mengatur napas dengan perlahan.

"Rileks, Na. Tarik napas pelan-pelan" ujarnya sambil memegang tangan dingin Narthana.

Dia mensugestikan pikirannya sendiri untuk tetap tenang. Karena jika dia panik, maka Narthana akan ikut panik. Sembari mengarahkan dia pun ikut menarik napas dan menghembuskan nya perlahan.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now