49.Struggle

761 95 5
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-


Jika waktu bisa diputar mundur, maka Sena ingin memperbaiki segalanya. Segala yang menjadi awal dari permasalahan-permasalahan hingga detik ini. Namun dia sadar ini bukanlah dunia fiksi. Tak akan ada mesin waktu yang mampu membawanya kembali ke masa lalu.

Jika saja dulu Sena sadar bahwa setiap tindakannya akan membawa masalah yang cukup besar, maka Sena akan memilih mengalah dan memasrahkan semuanya. Dia tak akan pernah memaksa kehendak dengan menikahi Kirani hingga membawa Narthana ke dunia. Ataupun mengalah pada Satya perihal cinta mereka yang cukup rumit. Sena lebih memilih semuanya tak pernah terjadi daripada membuat orang-orang disekitarnya menderita.

Sena berjalan gontai memasuki rumah. Tubuhnya sangat lelah setelah seharian berkeliling mencari Narthana. Sudah dua hari sejak hari itu, Sena sama sekali belum mendapatkan informasi apapun dari polisi. Sebelumnya dia juga sudah menyerahkan bukti rekaman CCTV, plat kendaraan juga nomor telpon milik Satya kepada polisi supaya bisa di lacak. Akan tetapi semua belum memberi hasil apapun, sebab plat mobil yang Satya gunakan tidak terdaftar. Sedangkan nomor ponsel yang hari itu menghubunginya sudah tidak lagi aktif sehingga tidak dapat lagi di lacak.

Hari telah sangat larut. Jam baru bergerak menunjuk pukul 2 dini hari, keadaan rumah tentu sudah gelap. Alma dan Damar pasti sudah tidur sejak beberapa jam yang lalu.

Dia meluruhkan tubuhnya di atas sofa tanpa berniat menyalakan lampu. Kegelapan menemani kegelisahan Sena akan keadaan anak kesayangannya. Hatinya begitu kalut, pikirannya juga kacau ketika memikirkan bagaimana keadaan Narthana sekarang. Apakah anak itu baik-baik saja? Apa dia tidak kedinginan? Apa dia sudah makan? Dan apakah jantungnya tidak rewel sehingga menyiksanya? Sena begitu frustasi memikirkan itu semua. Dia takut, bila Tuhan kembali mengambil miliknya akibat kelalaiannya lagi. Sena tak mau.

Suara langkah kaki yang mendekat tak sekalipun menggerakkan atensi ayah dua anak itu. Dia terlalu larut dalam lamunan hingga tak menyadari keberadaan sang istri yang sudah duduk di sampingnya. Memandangi wajah kusam yang menunjukkan raut putus asa. Alma tidak tega.

Wanita yang sedang berbadan dua itu segera merapat dan memeluk tubuh sang suami dari samping. Mengusap pelan lengan kekar yang terbalut kemeja kerja itu untuk memberikan ketenangan. Kepalanya bersandar di bahu Sena, berbagi ketakutan yang sama di antara kegelapan.

"Nana belum ketemu, Al. Aku harus gimana?" Sena berucap dengan lirih, menjelaskan bagaimana perasaan pria yang selama ini selalu dipandang berwibawa itu juga memiliki bagian rapuhnya sendiri.

"Berdo'a, mas. Kita berdo'a sama Allah supaya kita bisa segera menemukan Nana kembali" jawab Alma.

Sena terdiam. Matanya memanas disertai dengan tenggorokan yang tercekat menahan tangis. Berkali-kali dia menarik napas untuk meringankan sesak yang menghimpit dada. Namun bukannya membaik, Sena malah merasa semakin sakit kala memikirkan Narthana.

"Dia belum sehat betul. Seharusnya dia masih jadi tahanan dokter Stellar sekarang. Keadaan paru-parunya juga gak akan kuat kalo dia sesak napas. Gimana kalo dia lagi kesakitan sekarang, Al? Gimana kalo anakku lagi menderita sendirian, sedangkan aku gak ada di samping dia. Aku takut, Al. Aku takut dia pergi nyusul mamanya"

Alma sontak menegakkan kepalanya. Dia menoleh dan langsung menggeleng kecil, "enggak, aku yakin dia bisa bertahan. Kamu harus tahu dia sekuat apa selama ini. Dia sudah melewati yang paling berat, dan aku yakin dia akan kembali bersama kita dengan selamat" ucap Alma. "Yang paling penting sekarang adalah kita harus terus berdo'a dan ikhtiar. Percaya sama Allah bahwa Dia bisa menyelamatkan Nana dari bahaya. Ya?"

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now