45.Something

805 92 9
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

"Bang, kalo gua benci eyang gimana?"

Seumur hidupnya, Narthana tidak pernah memiliki niat sedikitpun untuk membenci sang nenek. Meski banyak hal yang membuat dia merasa tidak adil, akan tetapi Narthana tak mampu untuk membenci seseorang. Apalagi pada perempuan yang pernah membesarkan ibunya dengan penuh cinta.

Kalimat Narthana kemarin hanyalah ucapan sesaat ketika hatinya sedang merasa kacau. Dan Damar pun tak lantas melarang, hanya saja lelaki itu banyak sekali memberi dia nasihat yang pada akhirnya membuat dia tersadar.

"Benci itu perasaan manusia, Na dan gua gak bisa larang lo buat benci siapapun. Tapi di dunia ini ada yang namanya kesempatan buat setiap orang yang mau berubah. Jangan sampai lo buang kesempatan orang lain buat merubah semuanya jadi lebih baik. Penyesalan juga perasaan manusia, Na. Jadi jangan sampai lo nyesel untuk hal yang gak pernah lo coba"

Narthana sadar bahwa membenci seseorang hanya akan membuang waktu berharganya. Narthana tak ingin mengakhiri waktu dengan penuh perasaan benci. Dia memang tak tahu kapan dunianya berhenti, tapi setidaknya Narthana tak mau sesuatu yang belum selesai, tidak akan pernah bisa dia selesaikan lagi.

Narthana tersenyum membalas senyuman Rianti. Meski mereka belum begitu dekat, ada sebuah kehangatan yang menjalar di hati keduanya. Mungkin ikatan batin antara seorang nenek dan cucunya memang sangat kuat.

Pagi-pagi tadi Rianti datang bersama Sena yang mengantar. Saat itu Narthana baru saja mengganti masker oksigennya dengan nasal kanul setelah mendapat serangan semalam. Hanya gejala sesak napas namun berhasil membuatnya hampir saja jatuh pingsan.

Wajah khawatir Rianti saat itu ketika melihat kondisinya ternyata mampu membuat Narthana tersenyum. Dia merasa bahwa kekhawatiran itu menandakan sang nenek memang peduli padanya. Dia selama ini hanya beranggapan bahwa Rianti maupun keluarga sang ibu memang tidak perduli karena tidak pernah datang untuk berjumpa.

Wajah keriput yang masih terlihat cantik itu tak bisa lagi membendung bahagianya. Dia sangat merasa senang karena ketakutannya selama ini bahwa Narthana akan membencinya kini hilanglah sudah. Melihat wajah yang dihiasi pucat itu senantiasa tersenyum membuat Rianti yakin bahwa Narthana sudah mulai menerimanya.

"Makan yang banyak ya, biar bisa cepat sembuh" ujar Rianti seraya menyuapi Narthana. Ini adalah suapan keempat. Sejauh ini dia merasa lega karena masakannya cocok di lidah sang cucu.

Mulutnya mengunyah merasakan cita rasa dari beberapa lauk yang dibawa oleh Rianti. Dan rata-rata semuanya merupakan makanan favorit Narthana. Entah darimana wanita itu mengetahui semuanya, tapi yang pasti Narthana sungguh menikmati sarapannya pagi ini.

"Makasih..eyang" katanya.

Rianti tertegun. Ada gejolak yang begitu asing di hatinya saat mendengar ucapan Narthana. Dengan senyum itu, Rianti merasa beban atas semua rasa bersalahnya terangkat sedikit demi sedikit.

Narthana sedikit terkejut oleh lelehan air mata yang keluar dari sepasang manik kembar itu. Dengan reflek tangannya yang tidak tertancap oleh infus terangkat dan menyeka air mata itu dengan lembut.

"Jangan nangis eyang"

Rianti mengulum bibirnya guna menahan segala perasaan yang semakin membuncah. Dia menunduk singkat untuk menghapus air mata yang masih tersisa. Wanita itu menatap Narthana dengan lamat sembari tersenyum. Tangan yang semula memegang sendok kini terangkat dan beralih menggenggam tangan Narthana yang masih menempel di pipinya.

"Maafkan eyang, nak. Maafkan eyang karena baru kali ini berani menemui kamu" ujarnya dilanjut dengan lelehan air mata yang kembali turun. "Eyang mengakui eyang salah. Eyang sudah banyak salah sama kamu, mama mu dan papamu. Maafkan eyang"

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now