31.Ambivalence

1K 108 5
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

"gimana? Suka?"

Pandangan Damar menyapu tiap sudut kamar yang tampak rapih. Semua barang tertata dengan baik, bahkan lemari hingga sofa pun benar-benar terlihat bagus disimpan di posisinya. Perpaduan cat berwarna hitam juga abu-abu membuat ruangan ini lebih gelap dibanding ruangan yang lain. Sebab bertema monokrom, persis seperti apa yang Damar mau.

Lesung di pipinya terbentuk kala dua sudut bibir itu tertarik melukis senyum. Damar mengangguk kecil seraya mengalihkan pandangannya ke arah Sena, "suka om," jawabnya.

Lelaki yang sudah menginjak kepala empat itu lantas menaikkan sebelah alisnya tak suka. Damar tersadar, dia gelagapan dan lantas meralat ucapannya barusan "maksudnya—suka Pa. Sangat sesuai sama apa yang aku bayangin"

Seketika Sena tersenyum puas. Dia menepuk bahu Damar sekilas, "ya udah, kamu istirahat sana. Kopernya disimpan aja dulu, besok di beresin"

Damar kembali mengangguk. Dia menatap punggung Sena yang berjalan pergi. Tak sabar untuk menjelajahi kamar barunya, dia pun langsung menutup pintu, meletakkan koper hitamnya di samping lemari, lalu tanpa menuruti ucapan Sena untuk segera istirahat, Damar mengambil langkah-langkah pelan menyusuri tiap sudut ruangan bertema monokrom ini.

Kamar ini jelas lebih luas dibandingkan kamar dulunya di rumah Alma. Bahkan perabotan-perabotan yang tak pernah Damar jumpai di kamarnya dulu, kini malah tersedia tanpa diminta. Seperti di kamar Narthana, disini juga terdapat sebuah dispenser di sudut ruangan dekat pintu. Sepertinya Sena benar-benar memastikan bahwa keluarganya tak akan pernah kekurangan cairan.

Kasur berukuran king-size dengan bed cover berwarna abu-abu senada membuat ruangan ini lebih menarik bagi Damar. Tidak ada warna-warna cerah yang mencolok. Semua bendanya sudah di sesuaikan dengan tema yang kamar ini ambil.

Ternyata, Sena benar-benar mau menyenangkan dirinya.

Setelah memperhatikan tiap-tiap bagian kecil dari kamarnya, Damar lanjut menjelajah ke arah kamar mandi. Sekalian ingin mencuci wajah juga gosok gigi. Tak perlu mandi, karena sebelum magrib tadi, Damar sudah mandi sekaligus keramas untuk membersihkan badannya yang lengket seharian.

Dia mengusap wajah basahnya menggunakan handuk kecil seraya berjalan keluar dari kamar mandi. Mematung sejenak di depan pintu saat dia hampir melupakan sesuatu. Mungkin dia harus bertanya pada ibunya, kapan kira-kira barang lain miliknya —seperti koleksi buku juga komputer— akan diangkut ke sini.

Maka setelah mengganti baju dengan pakaian yang lebih santai, Damar memutuskan keluar untuk mencari sang ibu. Harap-harap wanita itu belum masuk ke dalam kamar.

"Bunda?" Damar lumayan kaget saat Alma malah keluar dari kamar disampingnya. Wanita itu nampak belum mengganti baju sama sekali, membuat dia heran dengan apa yang sudah dilakukan ibunya di kamar Narthana.

"Oh, bang. Belum tidur?"

Dia menggeleng, "belum, bun. Aku mau nyamperin bunda dulu tadi, kirain lagi di bawah atau di kamar"

Alma tersenyum seraya mengikat rambutnya asal. "Kenapa?"

"Itu, barang-barang abang yang lain kapan dibawa kesini, bun? Soalnya abang ada perlu sama komputernya"

Alma mengangguk paham, "besok siang kayaknya. Bunda juga udah minta tolong sama pak Budi buat nganterin barang-barang kita yang penting"

Memang keduanya tidak akan memindahkan semua barang milik mereka kesini. Hanya barang-barang yang dirasa perlu saja yang akan mereka bawa. Karena tidak mungkin juga bila semua barang dan perabotan dari rumah Alma dibawa kesini. Yang ada akan membuat sempit.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now