29.How About your Sleep?

1K 117 0
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Bulan bersinar malu-malu dari balik awan. Menyamarkan cahaya yang hanya berpendar dibalik kelabu, membuat langit tidak begitu cerah malam ini.

Waktu berjalan dan masih menunjukkan pukul 11 malam. Artinya Narthana baru terlelap sejak 2 jam yang lalu, namun kini dia diharuskan kembali terjaga. Bukan tanpa alasan sebenarnya, jikalau pun memang tetapi dia tak akan pernah terbangun di tengah malam jika bukan karena ingin buang air kecil.

Dia mengerutkan dahinya tiba-tiba dan meringis. Tangan yang semula berada dalam selimut, terangkat untuk menekan pusat rasa nyeri yang berasal dari dada. Terasa tidak tertahankan, Narthana perlahan mengubah posisinya menyamping, meringkuk seraya terus meringis hingga tangannya bergetar.

Matanya yang masih lengket mulai mengerjap perlahan. Menatap beberapa sudut yang mampu terjamah oleh pandangan buramnya. Dia berkedip pelan, menikmati sensasi luar biasa yang membuat seluruh anggota badannya ikut merasa sakit.

Tidak ada yang dilakukannya selama itu, hingga setiap satu tarikan napas mulai memberat, dadanya naik turun secara tidak teratur. Seolah ada bongkahan besar yang jatuh tiba-tiba menimpa dadanya hingga sesak. Membuat ruangan luas itu semakin terasa menyempit dan menghabiskan oksigen disekitarnya.

Perlahan dia bangkit, dengan susah payah menumpuk bantal yang berada di sampingnya. Menerapkan kebiasaan dulu yang sering ayahnya lakukan ketika dia mengalami sesak yang serupa.

Tubuhnya kembali berbaring. Sesekali terbatuk yang mana membuat laju oksigennya menjadi agak tersendat. Meski pada awalnya sempat panik, namun dia mencoba tenang. Karena tidak mungkin bila dia harus berteriak meminta tolong, ataupun berjalan keluar. Karena yang ada itu akan memperburuk situasinya.

Mata itu berembun, mulai menggenang di tiap ujung pelupuk mata. Keringat dingin mulai bercucuran di dahi. Di saat seperti ini yang selalu Narthana harapkan adalah bahwa dia kehilangan kesadaran saat itu juga. Supaya sakit yang timbul saat ini hilang tak terasa. Mungkin jadinya akan lebih buruk, tapi menghadapi ini sendirian di tengah malam membuat Narthana lebih tersiksa. Dia ketakutan.

Dia menarik napas dalam kemudian mengembuskan nya perlahan. Tubuhnya bergetar, tangan kanannya tak sekalipun turun tanpa mencengkram dada kiri. Tiap kali dia menarik napas, degup jantung yang bertalu di dalam sana selalu berdenyut menimbulkan nyeri. Sehingga dia sebisa mungkin mengaturnya meski sembari menahan sakit.

"Uhukk..uhukk"

Narthana berdesis pelan. Tekanan pada dada akibat batuknya membuat dia semakin kepayahan. Setetes air mengalir dari ujung matanya, mengartikan betapa tersiksanya dia sekarang.

Narthana mengerjap menatap temaram langit-langit kamar yang berasal dari lampu tidur. Tak mengalihkannya hingga beberapa saat.

Setelah beberapa kali terbatuk-batuk, sesaknya berangsur pulih dalam 20 menit. Narthana yang belum bisa tenang kini mencoba mengulurkan tangan. Membuka nakas lalu mencari tabung obat yang biasa Sena simpan di sana. Jemarinya meraba bagian dalam laci, dan di saat seperti ini semua seakan menjadi sangat menyulitkan. Susah payah dia sedikit menarik tubuhnya supaya lebih mudah, dan tabung obat yang berada di bagian paling pinggir itu pun akhirnya terjangkau.

Dia menghela napas. Melakukan hal itu saja sudah cukup membuatnya lelah. Narthana bangkit perlahan, membuka dan mengambil 2 pil obat dari dalam tabung kecil itu. Sebelum dia telan, dia sempat menatapnya dengan getir.

Apa yang kamu rasakan ketika hidupmu mulai bergantung pada benda kecil seperti ini? Seolah jika kamu tidak segera meminumnya, maka hidupmu akan selesai saat itu juga.

Angkasa dan CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang