12.Group Task

955 92 2
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

Jika kalian bertanya, apa hal tersulit bagi Sena? maka jawabannya bukanlah pekerjaan atau menjadi seorang ayah.
Karena dia rasa dua hal itu masih bisa dia kerjakan dengan senang hati. Menjalaninya dengan hati sukarela atas dasar tanggung jawab, dia tak mau membuatnya menjadi beban dan berakhir stress.

Namun lain lagi bila masalahnya adalah membangunkan Narthana. Sejak anak itu kecil, dia sangat sulit untuk bisa cepat terjaga. Bahkan untuk mengumpulkan kesadarannya saja dia butuh waktu yang lama.

Sebagai contoh, pagi ini. Pada saat jam menunjukkan pukul 4.05 WIB, Sena sudah bergegas menuju kamar sang putra untuk membangunkannya dan menyuruhnya segera bersiap melaksanakan sholat subuh di masjid. Dia membuka pintu berbahan kayu jati itu yang kemudian disambut kegelapan, selain remang-remang yang masih memantul dari cahaya bulan diluar jendela. Tangannya menelusuri dinding untuk menemukan saklar lampu, lalu menekannya sebagai fungsi menghidupkan alat penerangan itu.

Khas seorang Narthana yang tak pernah rapih bahkan ketika sedang tertidur; selimut yang tersingkap tak menutupi tubuhnya, bantal yang entah bagaimana sudah berakhir di atas lantai —teronggok mengenaskan—, guling yang berada diujung kasur —yang jika tersenggol sedikit saja pasti akan ikut berakhir di atas lantai—, kemudian sprei yang tak jelas lagi bentukannya. Sena tak bisa untuk tidak menghela nafas saat melihatnya.

Dia berjalan mendekat, mengguncang tubuh itu supaya sang anak terbangun. Tangannya yang lain pun ikut bergerak mengambil bantal dan meletakkannya di posisi semula. Tak ada respon, entah bagaimana seseorang bisa tetap tenang dalam tidurnya meski sudah diguncang berkali-kali. Mungkin jika itu pun tsunami atau gempa yang mengguncang, anak itu pasti tak akan bangun semudah itu. Sena jadi berpikir kelakuan Narthana ini menurun dari siapa. Perasaan, Kirani dan dirinya tak separah ini saat dibangunkan.

Sena kembali mengguncang pundak Narthana yang disusul tepukan di pipi. Tak lupa suaranya yang ikut memanggil nama anak itu, harap-harap anak itu segera sadar.

Kini usahanya lumayan karena Narthana mulai melenguh kecil dan bergerak mengubah posisi menjadi terlentang. Dan seperti yang Sena duga, membangunkan Narthana memang hal yang paling sulit untuk dilakukan. Anak itu bahkan kembali terlelap meski dia memanggilnya berkali-kali. Tepukan nya bahkan menjadi lebih keras meski tak merubah apapun.

"Astaghfirullah, Na"

Ternyata memang bukan pekerjaan yang bisa membuatnya stress. Padahal ini masih dini hari, dan itu pasti akan terulang hingga hari berikutnya. Sena rasa dia sudah sering mengingatkan Narthana untuk menyetel alarm di ponsel. Dan menasihati anak itu supaya tidak lagi tidur terlalu larut, supaya pagi mudah dibangunkan.

"Nana, bangun. Udah mau subuh, ayo" dia memilih menarik selimut yang masih tertindih oleh tubuh putranya, mengakibatkan tubuh kurus itu bergerak dan hampir terguling ke samping. Entah karena terganggu atau apa, tapi yang pasti perlahan Narthana mulai meregangkan tubuhnya sambil membuka mata perlahan. Netra nya menangkap cahaya silau sehingga mata bulat itu menyipit.

"Nah, ayo bangun. Papa dari tadi bangunin kamu lho. Udah mau subuh ini, nanti kesiangan" tutur Sena. Dia menatap Narthana yang terdiam meski sudah mendapatkan kesadarannya. Masih linglung ternyata. Dan jika begini, dia pasti memerlukan waktu yang cukup lama untuk menatap langit-langit kamar.

Kali ini tak butuh waktu lama karena Sena segera menyeret nya masuk ke dalam kamar mandi. Bahkan Sena tak yakin anak itu akan langsung menuruti perintahnya mengambil air wudhu. Jika tidak diam dan berjongkok terlebih dahulu, pasti anak itu malah memandangi air dingin yang bahkan tidak bergerak di dalam ember.

Angkasa dan CeritaWhere stories live. Discover now