13.Ghea

844 81 2
                                    

ANGKASA
DAN CERITA

-

"Kita nanti ketemuan di cafe Blue Moon. Jangan telat! " Gadis itu berucap sambil memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas, tanpa memperhatikan ekspresi Narthana yang cemberut.

"Ngapain? " tanya Narthana sok tidak tahu.

Mendengar itu Ghea lantas memutar bola matanya malas. Dia berdiri sembari menyampirkan tasnya di bahu, "main pingpong" ujarnya membuat Narthana membulatkan matanya tak percaya, "ya lo pikir aja pake dengkul. Ngerjain tugas lah! Biar cepet beres" sambung Ghea dengan sarkas.

"Jahat banget"

"Bodo amat! Inget, jangat telat! Lo telat 1 detik aja, nama lo gak akan gua tulis di makalah" setelah berucap seperti itu, Ghea pun segera berlalu meninggalkan kelas, bersama Narthana yang mulai berdecak kesal.

"Gua baru tahu kalo Ghea segalak itu" gumamnya. Merasa bahwa hanya tinggal dia seorang diri di sini, Narthana pun segera menyambar tas dan sedikit berlari keluar kelas. Menyusul Harsa dan Jevo yang katanya ingin beli jajan dulu di kantin.

"Udah mau beres-beres Kang? " dia merangkul pundak Harsa yang tengah mengunyah bakwan dingin penuh minyak. Bertanya pada Kang Beni yang sedang membereskan lapak jualannya.

Laki-laki asal Garut itu tersenyum pada Narthana, "iya, A'. Kan sekolah udah pada bubaran. Masa nginep disini" candanya sembari membereskan peralatan dagangnya yang perlu dibawa ke rumah. "Eh ini masih ada sisa gorengan, mau diambil gak? " tanya kang Beni pada ketiga pemuda didepannya.

Harsa tanpa babibu lantas mengambil sisa bakwan dan tempe, "ini harus bayar Kang? "

"Ah gak perlu, gratis itu mah. Udah dingin begitu gorengannya, jadi kurang enak ya? "

"Ah enggak, Kang. Masih enak kok, apalagi gratis. Enaknya double" Harsa cekikikan sambil mencomot cabai rawit hijau. Tanpa malu dia bahkan mengambil semua sisa gorengannya untuk dia sendiri.

Jevo sontak menoyor kepala Harsa gemas, "gembul banget lo. Gak mau bagi-bagi gitu? "

Dengan bibir yang sudah belepotan oleh minyak Harsa menjawab, "Mawu lwo? Nwih" dia menunjuk mulutnya yang berhenti mengunyah, membuat Jevo berdecih sebal.

"Jijik! "

"Hehe.. "

Narthana menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ketiganya pun memilih segera pulang, berjalan beriringan menuju area parkir.

"Lo pada kapan mau ngerjain tugas pkn? " tanya Narthana pada dua temannya.

"Ah, gua sih gimana si Jevo aja. Kan dia yang bakal ngerjain" ujar Harsa sambil cengengesan.

Jevo berdecih. Tangannya terangkat untuk merangkul bahu Harsa, lalu menjepitnya keras hingga anak itu mengaduh, "enak aja. Lo pikir ini tugas cuman buat lo leha-leha? Gak ada ya. Lo harus ikut andil. Kalo enggak, gua aduin sama pak Dio biar nilai lo nol semua" ancamnya.

"Ish! Gua bercanda elah, Jev! Lepas dong" Harsa mencoba melepas rangkulan Jevo , yang sebenarnya terlalu kejam untuk disebut merangkul. Karena lehernya benar-benar terjepit hingga dia kesulitan bernafas.

Pemuda itu mendengus kesal setelah berhasil terbebas. Matanya menatap tajam Jevo yang melenggang tanpa raut bersalah.

"Lo Na, ngerjain kapan? " Harsa balik bertanya.

Narthana sontak menghela nafas saat mengingat perkataan Ghea beberapa saat lalu. Bahunya seketika merosot, "sekarang. Padahal kan waktunya masih banyak, bahkan Pak Dio belum 1 hari ngasih tugas, tapi si Ghea maksa banget harus ngerjain hari ini juga" dia berucap lesu, membuat Jevo dan Harsa lantas menatapnya.

Angkasa dan CeritaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon