00

47.5K 2.6K 97
                                    

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

Jika dunia ini adalah sebuah cerita fiktif, maka sosok Gentala Ariyadi Abraham patut dipertimbangkan untuk menjadi tokoh utamanya. Semua kriteria yang dimiliki tokoh fiktif khas novel-novel romansa ada pada dirinya. Jika diminta untuk mencari celah dalam pribadinya, tentu lah yang awam akan merasa kesulitan.

Sepasang mata elang dengan tatapan berkharisma, rahang bawah yang tajam dan kedua alis yang bertaut tegas menambah pesonanya. Lahir dari keluarga pengusaha dan memiliki kekerabatan dekat dengan pemilik sekolah, tak heran Gentala menjadi sosok yang digandrungi semua kalangan.

“Kak.”

Suara sopran yang menyapa gendang telinga membuat Gentala yang hampir memasukkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya berhenti bergerak, Gentala menoleh cepat pada asal suara.

“Iya, ada perlu apa?” begitu lembutnya nada bicara Gentala, sampai membuat wajah gadis dengan biru muda di depannya merona.

“Ini ada titipan tugas dari Bu Medi, katanya setelah istirahat nanti Bu Medi gak bisa masuk.” suara gadis mungil itu terdengar malu-malu.

“Loh, ketua kelasnya ‘kan Chandra.” Balas Gentala sambil menunjuk pemuda berkulit tan di sampingnya.

“H-hah? T-tapi kata Bu Medi diminta dikasih ke Kakak.” Ujar siswi itu bersikukuh.

“Ambil aja lah, Ta, ribet amat.” Balas pemuda bernama lengkap Febrian Chandra Hendrata itu.

“Oh, yaudah, makasih, ya.” Gentala tersenyum tipis sembari mengambil buku paket yang diberikan—siapa itu, ya, Gentala tidak tahu namanya.

“S-sama-sama...” cicit gadis itu sangat pelan, kemudian berlari terbirit-birit menghampiri teman-temannya.

Gentala yang melihatnya lantas menghela berat.

“Susah banget jadi pangeran, mau makan aja harus ngeladenin fans dulu.” Gentala menyugar surai hitamnya.

“Fir’aun sombong matinya tenggelam, sih, gak tau kalau lo.” Chandra membuka suara, menatap sinis Gentala yang duduk di depannya.

“Jokes lo gak lucu!” Gentala membuat gerakan seolah ingin melempar keripik singkong di sampingnya, tapi ia urungkan, mubazir.

Soal kepribadian, Gentala memang terbilang unik. Wajah dan latar belakang keluarganya yang amat berkuasa mendukung ia untuk menjadi sosok yang dingin dan eksklusif, namun nyatanya tidak. Gentala justru memiliki sifat yang ramah dan mudah bergaul dengan semua orang.

"Lo serius gak ada rasa sama Mauren? Dia ngejar lo sejak MPLS, loh. Gak ada gitu sedikit rasa tertarik sama dia?" Chandra bertanya.

Gentala terdiam sejenak, lebih dulu meneguk teh tawar miliknya sebelum membuka suara.

"Nggak." Jawab Gentala kemudian.

"Tapi lo keliatan baik banget sama dia tadi, kalau gak suka minimal tegas, lah!" Tukas Chandra.

"Ya, terus gue harus gimana? Yakali marah-marah." Ga, pinjem airpods lo, dong.” Pinta Gentala pada seorang pemuda berambut sebahu yang duduk di depannya—Anggana Yudhistira.

Tanpa banyak bertanya, Anggana melepas airpods yang ia kenakan dan memberikannya kepada Gentala.

“Buat apa?” justru Chandra yang bertanya.

“Biar kalau ada yang manggil bisa pura-pura gak denger, laper gue, makan dari tadi kagak jadi-jadi.” Balas Gentala, lalu mulai menyendok makanannya dengan raut wajah kesal.

"Eh, gue ke toilet dulu, ya." Ujar Gentala tiba-tiba.

"Rajin amat pake izin, pergi mah pergi aja sono!" Balas Chandra tampak tidak peduli.

"Ntar kalau gue pergi ditanya, bagus-bagus ini mau bilang." Gentala kesal.

Chandra tidak menanggapi, ia membuka tutup botol minuman lantas meneguknya. Hal tersebut membuat Gentala berdecak kesal.

"Hati-hati, Gentala, kata Mama jangan sampai kepeleset di kamar mandi, nanti bisa meninggal." Temannya, Satria Bhumiantara berpesan.

"Serem amat petuah Emak lo." Gentala bergidik.

Merasa konversasi ini tidak akan berhenti jika dirinya tidak pergi, Gentala pun segera undur diri. Gentala berdiri dari kursinya dan berjalan keluar kantin.

Pesan yang masuk membuat Gentala harus merogoh saku almamaternya guna mengambil benda pipih itu.

Prang!!!

Suara dari piring pecah dan nampan yang jatuh mengenai lantai membuat seisi kantin mendadak hening.

"M-maaf, gue gak sengaja...." Suara lirih nyaris tidak terdengar dari seorang gadis yang terpaku melihat makanannya mengenai pakaian seseorang.

Gentala — orang yang pakaiannya kini penuh dengan noda makanan tersebut memejam erat untuk beberapa saat. Rasa panas, terutama dari minuman teh itu terasa membakar permukaan kulitnya.

"Maaf, maaf, maaf." Lagi, kata-kata keluar dari mulut gadis yang kini wajahnya terlihat pucat pasi.

"Woy, jalan hati-hati, dong!"

"Punya mata gak sih, lo? Liat tuh bajunya Gentala sampai kotor!"

"Bersihin, eh! Nanti kalau pecahan belingnya keinjek gimana!"

Cacian-cacian dari orang-orang sekitar membuat gadis itu bergetar. Ia pun segera berjongkok, berniat membersihkan pecahan beling dari piring dan gelas makanannya yang jatuh.

"Eh, jangan, nanti tangan lo luka." Ujar seseorang yang tak lain adalah Gentala.

Namun, Ayumi seperti tidak mendengar. Gadis itu terus membersihkan potongan kaca tajam tersebut dan menyusunnya di atas nampan besi yang menjadi alas alat makannya tadi.

Gentala menghela berat, mau tak mau ia pun ikut berjongkok, berhadapan dengan gadis itu. Gentala membantu Ayumi membersihkan pecahan kaca tersebut.

"J-jangan, biar gue aja." Cegah Ayumi, tak ingin Gentala ikut membantunya.

Namun, Gentala tetap bersikukuh membersihkannya. Bahkan, Gentala menepis tangan Ayumi setiap kali gadis itu ingin menyentuh beling tajam tersebut.

"G-Gentala, biar—"

"Sstt, kalau dibilangin sama suami tuh nurut, jangan ngelawan terus." Bisik Gentala yang membuat Ayumi tidak berkutik.














~ 𝐆𝐄𝐍𝐓𝐀𝐋𝐀 𝐀𝐁𝐑𝐀𝐇𝐀𝐌 ~
_______________________
𝑎 𝑡𝑒𝑒𝑛-𝑟𝑜𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑦

©2023, Ajengsr___

Gentala AbrahamWhere stories live. Discover now