25-[MPI]

9.2K 885 61
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

****

Suara alarm membangunkan Gentala lima menit lalu. Kini, Gentala tengah duduk bersandar pada kepala ranjang. Gentala menatap layar ponsel, kemudian membaca pesan dari sang Mama.

"Kalau kamu sayang sama Mama, tinggalkan anak pembantu itu dan jalin hubungan lebih serius dengan Willona."

Gentala menghela berat, kedua mata pria itu terpejam. Jemarinya tak kunjung bergerak membalas pesan yang diterimanya.  Gentala bingung. Bukan akan jawaban, melainkan bagaimana cara membuat sang Mama mengerti.

Gentala tidak bisa menolak permintaan ibunya. Namun, di sisi lain Gentala juga tidak mungkin meninggalkan Ayumi. Gentala menyayangi ibunya, tapi dia juga mencintai Ayumi, itu faktanya.

Maaf, Ma.

Hanya itu pesan singkat yang dapat ia kirim. Gentala tidak tahu apa lagi yang harus ia lakukan.

"Ta..."

Suara serak dari gadis di sampingnya membuat Gentala terperanjat.

"Hm?" Gentala segera menyimpan kembali ponselnya di atas nakas

"Jam berapa?" Ayumi menggosok kedua matanya, kemudian merubah posisi dari berbaring menjadi terduduk.

"Jam tiga, masih pagi, ayo tidur lagi." Gentala hendak merengkuh tubuh Ayumi, namun gadis itu malah mendorong tubuhnya menjauh.

"Mau ikut shalat." Ujar Ayumi.

"Aku gak shalat malam ini, kamu tidur larut semalem, ayo tidur lagi." Gentala menolak halus.

"Mau shalat!" Ayumi tetap bersikukuh.

Gentala menghela berat, jika seperti ini apa boleh buat?

"Yaudah, aku pakai kamar mandi tamu, kamu di sini aja." Ujar Gentala, pria itu turun dari ranjang untuk mengambil sehelai handuk.

Sebelum keluar kamar, Gentala meraih ponsel miliknya. Ayumi yang melihat itu tampak merasa heran, kenapa Gentala harus membawa ponselnya keluar?

Namun, tidak ingin pikiran buruk kembali menggerogoti isi kepalanya, Ayumi pun menggeleng cepat. Mungkin Gentala memang sedang ada urusan penting, jadi harus mengecek ponselnya selalu.

Butuh waktu sekitar lima belas menit bagi mereka untuk sama-sama membersihkan diri. Kini, Ayumi sudah mengenakan mukena sementara Gentala baru memakai baju kokonya.

"Sini." Ayumi meraih lengan Gentala agar menghadap ke arahnya, ingin membantu pria itu mengancingkan baju lengan panjang itu.

Sebisa mungkin Ayumi menjaga agar kulit mereka tidak bersentuhan.

Gentala AbrahamWhere stories live. Discover now