54-[MPI]

8.1K 820 71
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*******

Erlangga menatap hamparan atap gedung-gedung ibukota yang terlihat berjejer rapat dari ketinggian. Erlangga tersenyum tipis, sudah lama sekali rasanya Erlangga tidak menginjakkan kakinya di tempat ini. Rooftop sekolah adalah tempat favorit Erlangga saat dulu masih bersekolah di sini.

"Lo masih inget tempat ini?"

Erlangga melirik ke arah belakang sekilas, ia mendapati Gentala tengah berjalan ke arahnya.

"Hm." Erlangga bergumam singkat, mengiyakan pertanyaan yang Gentala ajukan padanya.

"Gue sama anak-anak juga masih sering nongkrong di sini." Ujar Gentala, kemudian tepat di samping Erlangga.

"Mereka kemana?" Erlangga bertanya saat tidak melihat kehadiran teman-temannya yang lain.

"Pada ke kantin." Jawab Gentala.

Erlangga mengangguk pelan.

"Mumpung lo ada di sini, gue mau tanya sesuatu." Tanya Gentala yang membuat Erlangga menoleh cepat.

"Tanya apa?"

"Kenapa Mama benci sama gue?"

Itu adalah pertanyaan yang belum Gentala dapati jawabannya hingga saat ini. Pertanyaan yang terus menghantui isi kepalanya. Gentala tidak tahu apa yang membuat sang ibu bisa sedemikian benci dan tidak peduli pada dirinya sama sekali. Cerita semua orang mengatakan bahwa ibunya adalah pihak yang bersalah atas perpisahan ia dengan ayahnya, lalu kenapa Yulia bisa sangat membencinya?

"Yulia gak pernah benci sama lo." Ujar Erlangga.

"Maksud Lo?"

"Dia lakuin itu cuma karena Ardian, nyokap lo cinta setengah mati sama manusia biadab itu." Pandangan Erlangga lurus, seolah emosi menguasai saat ia membahas tentang hal ini.

"Ardian minta nyokap lo buat jodohin lo sama Willona, nyokap lo gak bisa nolak itu. Gue bahkan denger dia nangis setiap malam, gue yakin dia ngerasa bersalah." Erlangga menatap Gentala sekilas. "Dia sayang sama lo, Ta."

Mata Gentala mulai berkaca-kaca. Benarkah? Benarkah Ibunya memang menaruh perhatian padanya? Benarkah Ibunya menyayanginya?

"Yulia itu gak jahat, dia cuma bodoh." Erlangga tahu kalimatnya kurang ajar, tapi Erlangga tidak menemukan diksi yang lebih tepat dari itu.

Menyadari bukan maksud Erlangga berkata tidak sopan, Gentala berusaha mengangkat kedua sudut bibirnya untuk tersenyum.

Gentala memang tidak menuntut banyak. Hanya mengetahui ibunya melakukan semua kejahatan itu dengan terpaksa saja, Gentala sudah bahagia. Terlebih saat tahu jika Yulia masih menyisakan setitik rasa kasih sayang padanya, Gentala sudah sangat bersyukur.

Gentala AbrahamWhere stories live. Discover now