36-[MPI]

8K 821 23
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!

*****

"Lebih dari lima belas menit, Pah."

Pria paruh baya dengan tuxedo biru tua itu menghela berat. Padahal, Rezarian masih ingin membicarakan banyak hal dengan Ayumi. Namun, kedatangan putranya memaksa ia untuk undur diri—tidak ingin mencari masalah.

"Kamu terlalu tepat waktu." Rezarian menyindir perilaku putra semata wayangnya.

"Papa yang ngajarin, laki-laki kan yang dipegang omongannya." Gentala membalas sarkas.

"Kalian punya waktu dua puluh menit, setelah itu ke surau, Papa tunggu." Rezarian menepuk pundak putranya sebelum meninggalkan ruangan.

"Iya." Gentala menjawab, kemudian berjalan menghampiri Ayumi dan duduk di sampingnya.


"Kamu jangan gitu sama Papa, Papa keliatannya masih mau ngobrol sama aku." Ayumi menegur Gentala dengan halus.

Namun, Gentala tidak menjawab. Pria itu malah menumpu dagu runcingnya pada bahu Ayumi.


"Kenapa? Ada masalah?" Tangan Ayumi bergerak mengusap surai Gentala. Ayumi tahu, pasti ada sesuatu yang menganggu pikiran pria itu.

Namun, Gentala menggeleng pelan. Gentala malah memeluk tubuh Ayumi semakin erat.


"Katanya mau belajar lebih terbuka, kok masih gak mau cerita?" Ujar Ayumi kembali.

Terdengar helaan berat dari Gentala.

"Mama..." Gentala mulai membuka suara.

"Mama? Kamu berantem sama Mama Jeisya?" Ayumi bertanya dan Gentala menggeleng pelan.

"Mama Yulia."

"M-Mama Yulia kenapa? Kondisinya makin parah?" Ayumi bertanya panik.

Gentala menggeleng pelan. Perlahan, ia mengangkat wajahnya dari ceruk leher Ayumi.

"Mama jodohin aku sama Willona cuma untuk kepentingan perusahaan suaminya." Jelas Gentala.

"A-apa? Kamu tahu dari mana?" Ayumi sangat terkejut mendengarnya.

"Perusahaan Papanya Erlangga sama Papanya Willona ada kerjasama." Gentala menunduk dalam.

"Kalau alasannya cuma karena perusahaan, kenapa Mama gak jodohin Willona sama Erlangga aja?" Manik hitam jelaga itu menatapnya dengan tatapan nanar, memancarkan rasa sakit yang mendalam.

Hati Ayumi merasa teriris. Gentala pasti merasa jika ibunya lebih mementingkan kebahagiaan orang lain daripada anak kandungnya sendiri. Gentala pasti merasa jika ibunya lebih menyayangi Erlangga. Maka dari itu ia lebih memilih mengorbankan kebahagiaan Gentala daripada Erlangga.

"Mungkin emang cuma kebetulan aja, Ta. Kamu bilang keluarga mereka emang deket, kan? Mungkin aja kerjasama itu gak ada hubungannya sama perjodohan kamu." Ayumi membuka suara.

Gentala AbrahamWhere stories live. Discover now