40-[MPI]

8K 819 15
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

****

Setelah menghabiskan waktu hampir tiga puluh menit duduk di taman, Ayumi memutuskan untuk kembali ke Penthouse. Ayumi takut Gentala pulang lebih dulu darinya, nanti dia akan marah.

Saat hendak masuk ke gedung apartemennya, Ayumi tak sengaja melihat penjual martabak di sebrang jalan. Perut gadis itu seketika berbunyi.

"Kok tiba-tiba pengen banget martabak?" Ayumi bergumam saat melihat kedai martabak yang ada di seberang jalan.

Ayumi sudah berusaha menahan untuk membelinya besok saja, tapi rasa inginnya sungguh besar. Ayumi sangat ingin makanan itu sekarang juga.

Karena tidak tahan, Ayumi memutuskan untuk menelpon Gentala. Ayumi takut pria itu sudah ada di rumah. Hanya beberapa detik berselang, Gentala menjawab panggilannya.

"Assalamu'alaikum..."

"Waalaikumusalam, Sayang, kenapa?" Sahut Gentala dari seberang sana.

"Kamu udah pulang?"

"Belum, masih benerin motornya Chandra, agak parah rusaknya. Emang kenapa? Kamu takut di Penthose sendiri?"

"Enggak... Aku, mau beli martabak, boleh?" Ayumi bertanya dengan ragu.

"Hah? Boleh lah, ngapain nanya, gofud aja kalau mau martabak mah. Saldo kamu abis?"

"Nggak mau gofud, mau beli langsung. Ini tukang martabaknya ada di sebrang apartemen, boleh beli, gak?"

Bukan apa-apa, dua hari yang lalu Ayumi terkena muntaber, jadi Gentala sangat protektif padanya terutama dalam perihal makanan.

"Posesif banget laki lo, ya, Yum? Sampai beli martabak di seberang jalan doang harus izin."

Suara gelak tawa Chandra terdengar. Usut punya usut, Gentala me-load speaker panggilannya, dan menyuruh Chandra memegangi ponselnya. Pasalnya, kedua tangan Gentala tengah sibuk membenarkan motor milik Chandra.

"Gak ada yang suruh lo ngomong sama istri gue!"

Ayumi menjauhkan sedikit ponsel itu dari telinganya karena suara Gentala yang terlalu keras.

"Ngomong doang gue, posesif amat jadi manusia."

"Wajar posesif, dia aset terbesar gue buat masuk surga setelah dua kalimat syahadat!"

"Tau, yang bucin."

"Ribut lo sini ma gue!"

"Ta... Boleh, gak?" Ayumi menginterupsi obrolan dua pria yang nyaris baku hantam itu.

Gentala AbrahamWhere stories live. Discover now