31-[MPI]

8.1K 823 16
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

"Udah dibilangin shalatnya duduk aja, mana mandi pula! Kamu emang seneng sakit lama-lama, ya?" Ayumi mengomel panjang lebar saat Gentala melipat sajadah miliknya.

"Emang, kalau aku sakit kamu jadi perhatian." Gurau pria itu yang membuat Ayumi berdecak.

Ayumi menaruh nampan berisi bubur dan buah-buahan di atas nakas, kemudian memapah Gentala untuk kembali duduk di atas tempat tidur.

Gentala tersenyum tipis, walaupun sikapnya ketus, tapi ia bisa merasakan ketulusan dari gadis itu. Ayumi menjaganya dengan sangat baik dari tadi malam. Bahkan lingkaran hitam di bawah matanya terlihat jelas, Ayumi pasti kurang beristirahat.

"Teh nya mau ditambahin gula, gak?" Tanya Ayumi begitu duduk di tepi tempat tidur.

Gentala menggeleng pelan.

"Enggak, asal sambil liat kamu nanti teh nya juga manis sendiri."

"Ish! Lagi sakit masih aja gombal." Ayumi mencubit pinggang pria itu, membuat sang empu mengaduh.

"Ibadah, Sayang." Gentala berdalih, membuat Ayumi merotasi bola matanya malas.

"Baca do'a dulu." Ayumi kembali menjauhkan sendok bubur yang sudah ia angkat.

"Oh iya, lupa, bismilahirahmanirahim, allahuma barikhlana fima razaqtana wakina adzabannar, amin." Gentala mengusap wajah dengan telapak tangan dan langsung menerima suapan pertamanya dengan semangat.

Ayumi tertawa kecil.

"Pinter..." Tangan Ayumi mencubit pelan pipi kanan pria itu.

Sampai siang ini, Ayumi sama sekali tidak membahas apa yang terjadi pada Gentala semalam. Ayumi tidak ingin menambah beban Gentala untuk saat ini. Biarkan kondisinya pulih lebih dulu, biar masalah itu mereka bahas nanti.

"Semalem aku gak ngomong aneh-aneh, kan?"

"Maksud kamu?" Ayumi kembali menurunkan sendok makanan yang sudah ia angkat.

"Kata anak-anak di pesantren, aku kalau lagi sakit ngomongnya suka ngelantur." Jelas Gentala.

"Suka ngelantur atau suka jujur?" Ayumi tertawa kecil, terdengar menyindir halus.

Gentala meraih gelas teh di atas nakas kemudian meminumnya.

"Ngelantur, Yang. Emang kenapa? Aku beneran bicara yang aneh-aneh sama kamu?" Pria itu kembali bertanya.

"Enggak, kamu 'kan bicaranya ngelantur, gak jelas juga, mana aku inget." Ayumi menggedikkan bahu acuh.

"Masa gak inget semua? Sepatah dua patah kata pasti ada yang kamu inget." Nada bicara Gentala yang terdengar menuntut.

Gentala AbrahamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang