Bab. 10 ||SMA ANGKASA||

134 22 2
                                    

Bab. 10

Ruang makan

Tuan Damian, Nyonya Chelsea, dan teman-teman Gallendra mengangkat kepalanya saat mendengar suara tawa dan marah dari dua orang di lantai atas dengan bingung.

Kemudian, mereka melihat Gallendra yang berlari kearah mereka dengan tawanya dan Elvano yang masih berdiri di tangga dengan wajah gelap yang membuat mereka secara refleks menatap Gallendra yang bersembunyi dibelakang Nyonya Chelsea.

"Bu, tolong aku!"

"Sayang, apa yang kamu lakukan pada kakak mu yang membuatnya marah?"

Nyonya Chelsea menatap putra bungsunya dengan heran, kenapa dia yang hanya membuat putra bungsunya untuk membangunkan putra sulungnya menjadi seperti ini?

Gallendra yang hanya melihat ibunya yang hanya merespon dan ayahnya yang hanya meliriknya dengan kasihan ingin menangis tanpa air mata.

"Bu! Aku bersumpah! Aku hanya bercanda saat mencoba membangunkan kak Vano!"

QAQ

Elvano yang baru saja sampai di meja makan dengan ekspresi dingin melirik Gallendra yang gemetar dibelakang ibunya dengan wajah gelap dan menyesuaikan kembali ekspresinya.

Tuan Damian melirik putra sulungnya lalu putra bungsunya, dalam hatinya dia hanya bisa berdoa agar putra bungsunya baik-baik saja dan putra sulungnya tidak bertindak terlalu jauh.

Hah... Vano masih sama seperti sebelumnya, tapi apa perasaanku saja jika Vano sedikit canggung?

Menggelengkan kepalanya dengan pelan, Damian terbatuk agar semua orang terfokus padanya dan berkata dengan tegas.

"Ayo makan."

Mereka makan dengan tenang, keluarga Dirgantara memiliki aturan jika makan harus tanpa suara jadi pemandangan ini membuat ruangan menjadi sepi tanpa kehilangan keharmonisan dan kehangatan dalam suasananya.

Setelah setengah jam, mereka berkumpul diruang keluarga.

Elvano berjongkok dan mulai mengotak-atik laci dibawah TV lalu dia mengeluarkan CD dengan gambar berdarah dan memasukkannya ke dalam dividi.

"Vano."

"Ya?"

Memutar kepalanya dia melihat ayahnya sedang menatapnya dengan mata biru langit yang sama sepertinya.

"Bagaimana dengan sekolahmu disana?"

Sekolah?

Mendengar kata sekolah membuat Elvano sedikit tertegun. Sudah berapa tahun dia keluar dari sekolah, jadi dia sedikit tidak merespon dengan kata itu, nada suara yang keluar dari mulutnya sedikit aneh saat dia menjawab Tuan Damian.

"... Baik."

"Tidak ada yang mengganggumu?"

"Ya."

Elvano hanya bisa menggigit peluru dan menjawab dengan wajah kosong untuk menutupi kebohongannya.

Dia benar-benar lupa.

Ingatan yang dia ingat hanya sedikit, dan semuanya berantakan seperti cermin pecah yang membuatnya sulit untuk menyambungkan kembali ingatannya. Dia saja tidak ingat banyak tentang dirinya sendiri, apalagi tubuhnya yang sekarang tanpa ingatan apapun.

"Ayah, ada apa?"

"Tidak. Ayah telah mendaftarkan sekolahmu disini, tidak apa-apa?"

"Tidak masalah..."

"Kalau begitu sudah beres. Besok Vano bisa pergi ke sekolah bersama Lendra."

"Hm."

Elvano hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan kaku.

Alvaro To Elvano [Kisah Cinta Pria Gila: Penebusan Dua Arah] (REVISI)Where stories live. Discover now