4. MSU - Aktivis Dakwah

10.1K 617 10
                                    

Yumna mengengeliat di atas tempat tidurnya. Mengerjap pelan, sadar akan sesuatu yang sontak membuatnya panik. Kamar asrama tampak sepi tak berpenghuni selain dirinya.

“Astaga! Aku terlambat!!” teriaknya kala melirik jam tangannya.

08:00 am.

Huru-hara Yumna berlari. Dengan cepat ia menelusuri lorong asrama dari lantai dua bahkan sampai lantai bawah, ia kebingungan dengan kondisinya saat ini. Hijab putih itu bahkan tidak tertata rapi sementara tak sedikit beberapa seniornya di sana yang memperhatikan tampilannya. Acuh dengan tatapan aneh oleh mereka. Yumna memilih untuk ke lain tempat, di mana langkahnya semakin ia percepat menuju rumah yang sempat ia datangi tempo hari lalu ─ ndalem.

“Permisi!”

Yumna berdiri di teras depan pintu, seraya menyapa dengan suara yang melengking di sana.

“Ke mana sih?” gumam Yumna melirik kesana-kemari. “Heloo! Assalamu'alaikum!”

Wa'alaikumussalam,” sahut ummi Rifah muncul dari dalam ndalem.

“Eh, Bu Nyai,” sebut Yumna.

“Loh, Yumna? Kenapa di sini, Nduk?” tanya ummi Rifah sembari membenahi bros hijab lebarnya.

“Maaf Bu, saya menganggu. Una bisa minta bantuan nggak?” tanya Yumna pada inti.

InsyaAllah, memangnya Yumna mau dibantu apa?” tanya ummi Rifah.

“Ini....”

“Ummi, Fatih berangkat dulu.”

Belum juga selesai menyampaikan maksudnya, ucapan Yumna terpangkas tatkala kedatangan seorang lelaki berhasil menarik perhatiannya. Diliriknya dari ujung rambut hingga ujung kaki, lelaki keluar dari dalam ndalem lengkap dengan koko juga sarungannya. Hendak berpamitan dengan ummi. Namun, sejenak terhenti ketika bersitatap dengannya di sana.

“Dia,” bisik Yumna dalam hati. Teringat sesuatu saat mendapati lelaki tak asing itu di sana.

Ya, kejadian tempo hari lalu, di mana Yumna memprotesi Alfatih di tepi jalan raya tatkala Alfatih terciduk menarik kerudung Yumna dan hampir terlepas. Entah karena sengaja atau tidak, Yumna tetap tak terima diperlakukan demikian apalagi di hadapan banyak orang, sehingga percekcokan saat itu tak terelakkan.

Kembali melirik lelaki di hadapan. Suasana canggung seketika, Alfatih yang berjalan di depan sesekali menganggukkan kepalanya dengan senyum merekah membalas juga menyapa beberapa ustadz di area pesantren. Berbeda dengan Yumna yang terus menunduk dalam dengan batin yang sendirinya bergerutu. Sorot matanya pun tak henti menatap belakang Alfatih.

Yumna kini diantar olehnya. Dia mengekori lelaki itu menuju madrasah yang entah di mana letaknya. Tadinya Yumna sempat meminta bantuan ummi Rifah untuk mengantarkannya ke madrasah. Namun, ummi Rifah malah menyuruh Alfatih. Ia tak berkesempatan mengantar dikarenakan harus pergi bersama dengan abi Ahsan sampai akhirnya Alfatih sendiri tak dapat menolak ketika diperintah untuk mengantarkannya ke madrasah.

Sejujurnya, Yumna malas jika sudah berurusan dengan lelaki ini. Apalagi setelah pertemuan yang berkesan tak baik di antara keduanya dan yang lebih mengejutkan lagi saat Yumna tahu bahwa Alfatih adalah anak daripada pemilik pesantren ini yang otomatis Yumna sadar posisi Alfatih di tempat ini sebagai apa.

“Awhh!” ringis Yumna saat kepalanya berbenturan dengan punggung Alfatih. Dia tak sadar Alfatih telah berhenti di depannya.

Astagfirullahal adzim,” ucap Alfatih sembari mengusap dadanya berusaha tenang. Walau akhirnya berbalik menatap tajam makhluk di hadapan.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now