13. MSU - Koh Fatih!

6.4K 500 4
                                    

19:30 pm.

Satu persatu santriwati sengakatan Yumna gegas meninggalkan masjid usai melaksanakan salat isya', wiridan dan dilanjutkan dengan rutinitas membaca Al-Mulk bersama. Berbeda dengan Yumna yang harus menetap di sana dengan beberapa santriwati lainnya yang merupakan adik tingkatnya.

Seperti biasa mereka akan melakukan kegiatan mengkaji kitab Jurumiyah, yakni salah satu kitab dasar yang mempelajari tentang ilmu Nahwu, setiap santri yang belajar kitab kuning wajib belajar memahami kitab yang dikarang Syekh Sonhaji itu terlebih dahulu.

Setelah memahami kitab ini, maka kitab tingkatan selanjutnya adalah Imriti. Kitab Nadhom Al-Imriti atau Nazom Imriti merupakan matan Kitab Jurumiyah, kitab ilmu nahwu yang diubah menjadi bentuk nadhom/natsar/syair. Kitab Imriti dikarang Al-Muallamah Syeikh Syarafuddien Yahya Al-Imriti. Semua santri yang pernah mondok di pondok pesantren pasti pernah mengetahui bahkan hafal kitab tersebut. Namun, tidak bagi Yumna. Jangankan untuk menghafal, ia bahkan tak tahu bagaimana bentuk ilmu yang dipelajarinya itu.

Selama dua hari terakhir yang diajarkan oleh ustadz Fathan pun hanya beberapa poin saja yang dapat ia mengerti.

Yumna mulai cemberut dengan tatapan celingak-celinguk melirik ke sana-kemari. Di mana ada banyak santriwati yang kemudian terjadwal sepertinya mengikuti kajian Nahwu malam ini. Padahal, di jam seperti ini Yumna seharusnya sudah bersantai di asrama, mungkin dengan membaca novel dan jajan akan lebih menyenangkan dibanding belajar Nahwu. Ia juga tak tahu akan sampai kapan ia mampu bertahan ketika ustadz Fathan mengajar nanti.

Yumna membuang napas gusar, lalu menoleh ke arah samping, tepat seorang gadis yang sekiranya berusia 8 tahunan itu duduk disampingnya.
Yumna menatapnya sedikit lama, ia heran. Mengapa bisa ada anak kecil di sana? Apa dia juga santri di pesantren ini? pikir Yumna.

Khadijah─gadis yang ditatap Yumna itu juga menoleh padanya, ia tersenyum hangat menyapa dari balik kain cadar yang menutupi sebagian wajahnya hingga membuat Yumna ikut menyunggingkan seulas senyum tipis membalasnya.

"Namaku Khadijah, Kak!" ucapnya tersenyum lebar.

"Oh, Hai. Aku Yumna," balas Yumna seadanya.

Khadijah masih tersenyum, lalu mendekat pada Yumna dengan gerak tangan memperbaiki kain mukena yang dikenakan Yumna. Terselip beberapa helaian rambut Yumna di sana.

Yumna yang mendapat perlakuan gadis itu pun gegas menata mukenanya kembali.

"Eh, kelihatan rambut, ya?" tanya Yumna masih sibuk merapikan mukenanya.

Khadijah tersenyum. "Kakak itu cantik dan punya mahkota yang indah banget, jadi nggak boleh kelihatan, kalau kelihatan nanti ada yang diam-diam mencurinya."

Yumna yang mendengarnya hanya menganggukkan kepalanya pelan merasa terharu. Baru kali ini ia melihat anak kecil yang pandai berbicara seperti Khadijah.

"Kakak mau tidak, jadi temanku?" tanyanya kemudian.

"Hah? Teman?" Yumna mengernyit.

"Iya, teman! Aku baru tiba di sini tadi sore dan nggak punya teman, jadi Kakak sebagai orang pertama yang kukenal di masjid ini, mau nggak jadi temanku?"

Yumna kembali tersenyum, berpikir sejenak sebelum akhirnya ia menganggukkan kepala. "Oke, kita berteman," balas Yumna.

"Yee! Asiik ada teman baru!" pekik gadis itu kegirangan.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang