48. MSU - Signal Hijau

5.5K 436 22
                                    

02:30 am.

Alfatih terbangun dari tidurnya, mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan sebelum akhirnya terarah pada Yumna yang kini tertidur beralaskan lengan miliknya.

Yumna terlihat pulas tertidur, mungkin efek kelelahan begadang menyaksikan pertunjukan tadi malam. Alfatih tak ingin lebih dulu menganggu, ia memutuskan untuk menunaikan ibadah salat sunnah tahajud. Namun, saat hendak bangkit dari baringan, malah mengusik tidur Yumna sampai Yumna ikut terbangun.

"Mau ke mana, Ustadz?" tanyanya mengerjap pelan berusaha menetralkan pandangannya.

"Wudu."

"Tahajud?" tanya Yumna lagi, Alfatih mengangguk. "Saya ikut.”

Mengangguk lagi. Tanpa banyak basa-basi, keduanya langsung berjalan menuju tempat wudu, dilanjutkan dengan memakai pakaian salat mereka, siap menunaikan ibadah salat.

Alfatih berdiri sebagai imam dengan Yumna yang menjadi makmum pertama perempuannya, merupakan kali pertama juga bagi mereka bersama-sama melaksanakan ibadah tahajud sejak pernikahan dijalankan.

Lantunan ayat suci yang dibacakan tak kalah membuat tentram jiwa pendengarnya, menambah kesyahduan ibadah yang sedang dilakukan. Sampai pada tolehan salam terakhir yang diikuti dengan panjatan dzikir dan do'a, suasana mendadak berubah hening dan menenangkan.

Alfatih terlihat khusyuk memanjatkan do'anya, berbeda dengan Yumna yang asik sendiri menatap teduh punggung kokoh sang suami. Senyumannya terukir tatkala melamuni sesuatu.

"Kalau dipikir-pikir, takdirku aneh juga, ya? Sukanya siapa, nikahnya malah sama Ustadz sendiri, mana Ustadznya galak bin aneh lagi, kadang tegas, kadang juga ambekan. Katanya jodoh cerminan diri kita sendiri, tapi Allah malah kirim yang begini. Nggak ngeluh sih, malah bersyukur dapat dia. Tapi, apa nggak salah ya Allah? Cerminku nggak ketukar, kan?” bisiknya dalam hati.

Yumna kemudian terkejut tatkala mendapati Alfatih yang malah berbaring beralaskan pangkuannya secara tiba-tiba.

"E-eh?"

"Sebentar saja," ucap Alfatih seraya meraih sebelah tangan Yumna untuk didekapnya.

Yumna tersenyum simpul, sesekali mengusap rambut kepala sang suami, membuat Alfatih merasa senang. Damai ketika tangan lembut itu menyentuh kepalanya.

"Hari ini ada kunjungan orangtua santri, Yum. Ada kemungkinan orang tuamu datang," kata Alfatih membuka pembicaraan.

Yumna diam.

"Dengar, kan, Yum?" tegur Alfatih yang dibalas dehaman olehnya. “Saya deg-degan deh.”

Yumna berkerut. "Kenapa?"

"Ya, nanti kalau mereka tanyakan cucunya mereka, gimana?"

"Itu mah Ustadz, bukan mereka!" celetuk Yumna.

"Lah, jangan dikira mereka nggak nanyain," balas Alfatih sembari bangkit dari baringan.

"Yakin banget," gumam Yumna sembari melangkah menuju kasur. Terduduk di sana dengan wajah cemberut, padahal dalam hati deg-degan setengah hidup.

"Biasanya begitu, orang tua kalau sudah datang menjenguk anak mereka, khususnya yang sudah menikah. Pasti ada pertanyaan yang lolos tentang anak," kata Alfatih ikut duduk di sampingnya.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now