33. MSU - Tentang Kita

6.8K 493 0
                                    

Ruangan itu hening beberapa saat, Alfatih masih setia bergeming dingin, sedangkan Yumna menatapnya jengah usai mendapat jawaban konyol dari suaminya itu, setelahnya ia membeku seperti balok es, aneh.

Yumna memang yakin Alfatih tak akan menjawabnya dengan benar, bahkan diamnya Alfatih membatasi percakapan yang belum usai itu. Yumna memilih mendiamkannya juga, masih tertarik menatap beberapa bingkai foto di sana dan itu cukup membuat banyak pertanyaan muncul di benak.

Terlepas dari isi pembicaraan yang Yumna dengar tempo hari lalu, ia juga penasaran dengan orang tua kandung Alfatih yang saat ini hanya bisa ia dapati gambarnya saja tanpa ia ketahui keberadaannya, dan bagaimana kisah Alfatih sampai ia dapat menjadi seorang ustadz di pesantren yang seharusnya dipimpin oleh dirinya sendiri? Mengapa malah Farhan yang terkenal menjadi seorang gus di pesantren itu? Lalu kiai Ahsan, sempat dikatakan bahwa semua orang tahu pesantren itu sementara dipimpin kiai Ahsan, tetapi tidak sampai harus menutupi identitas penerus aslinya, kan? Yumna menerka dengan sendirinya.

Lama Yumna terdiam, seakan terhipnotis untuk memecahkan jawaban dari segala pertanyaannya itu hanya dengan beragam dugaan.

"Yumna."

Suara Alfatih kembali terdengar berat menyapa, sontak membuat Yumna menoleh padanya.

"Iya?"

Selangkah Alfatih maju mendekatinya. "Saya ingin bicara," ucapnya tanpa eskpresi.

"Ustadz mau bicara saja harus pakai minta izin?" tanya Yumna.

"Boleh?" tanya Alfatih memastikan, tak ingin banyak berbasa-basi.

Yumna mengangguk. "Tentang apa?"

"Tentang saya dan kamu, tentang kita."

Yumna terkesiap mendengarkan, raut Alfatih tampak serius mengajaknya berbicara. Yumna memilih diam mendengarkan tanpa banyak protes, hingga lelaki itu menarik kakinya selangkah lebih maju ke arah Yumna. Keduanya jenak saling melempar tatapan, tatapan yang mungkin cukup sulit untuk diartikan.

Bisa dirasakan saat ini Yumna tegang dengan pikiran yang beredar ke mana-ke mana, seraya menebak-nebak apa yang kemudian akan disampaikan Alfatih padanya.

"Maaf, jika sebelum ini saya berlaku tidak sopan padamu. Maaf, jika saya pernah menekanmu atau bahkan memaksamu."

Yumna mengernyit bingung menatap Alfatih. Heran saja, bagaimana ustadznya ini tiba-tiba meminta maaf kepadanya, meski begitu Yumna tetap memilih diam dan mendengarnya melanjutkan.

"Jujur saja Yumna, saya melakukan semua ini hanya sebagai bentuk kewaspadaan. Kami sudah sangat lama menutup rahasia itu serapat mungkin, tapi lama-kelamaan juga tetap saja ada beberapa pihak yang bisa mencuri informasi itu dan kami kecolongan," tutur Alfatih membuat Yumna sejenak merenungi ucapannya.

"Maka dari itu, saya mohon padamu, tolong jaga rahasia itu dengan baik. Jika saja kamu membocorkannya pada orang lain dan terdengar oleh media, sudah pasti kami akan menghadapi banyak masalah. Pesantren yang sudah lama dirintis itu bisa saja ditutup karena informasi yang beredar," kata Alfatih berusaha memahamkan.

Yumna yang mendengarnya ikut berpikir, Alfatih terlihat begitu serius dalam ucapannya, semakin menguatkan keyakinan Yumna akan adanya bahaya besar jika rahasia itu diketahui publik terlebih jika sampai pada awak media.

"Yumna," lirih Alfatih kembali memanggil.

Yumna mengerjap pelan dengan tatapan teralihkan padanya seraya berkata, "Saya mengerti."

"Kamu mau menjaganya untuk menyelamatkan pesantren itu?" tanya Alfatih lagi.

Setelah menimang-nimang sesaat Yumna menjawab, "Iya, saya mau."

Mahabbah Sang Ustadz (End) Место, где живут истории. Откройте их для себя