19. MSU - Pilihan Yang Sulit

6.1K 502 2
                                    

Seruan azan magrib terdengar menggema di masjid pesantren As-Salam, tepat di sana Alfatih sendiri yang berdiri menjadi muazin. Sayup-sayup suaranya terdengar parau saat mengumandangkan azan. Orang mungkin tak akan sadar dan menyangka jika kemudian saat ini Alfatih tengah menangis sembari melampiaskan kegundahan hatinya dengan mengumandangkan lafadz suci itu.

Setelah azan, kini dilanjutkan dengan Iqomah. Kali ini ustadz Fathan yang mengambil bagian. Baru kemudian mereka melaksanakan salat magrib secara berjemaah, abi Ahsan menjadi imam dalam menunaikan ibadah menjelang waktu malam itu.

Seperti pesan abi Ahsan tadi, setelah ibadah magrib menyampingkan jadwal ngaji, Alfatihpun kembali ke ndalem. Di sana sudah ada abi, ummi, juga Farhan, mereka berkumpul di ruang khusus keluarga dan menunggu kedatangannya.

Kehadiran Alfatih di sana langsung disambuti tatapan berisyarat ragam pertanyaan dari Farhan. Tentu saja Farhan juga tak menyangka akan apa yang didengarnya tadi dari Ainun. Untuk memastikannya lebih jelas, ia ingin mendengarnya langsung dari Alfatih dan berharap apa yang terjadi semata karena ketidaksengajaan mereka.

"Assalamu'alaikum," sapa Alfatih menunduk dalam.

"Wa'alaikumussalam." Serentak ketiga anggota keluarganya itu menjawab.

"Duduk, Al!" titah Farhan.

Alfatih tak banyak bicara, ia menuruti Farhan dan siap untuk mendengarkan segala apa yang dikatakan mereka di sana. Entahkah itu tuduhan yang akan diterimanya ataukah mungkin nanti ada pembelaan baginya. Alfatih telah menempati kursi itu seorang diri, sementara di hadapannya sudah ada ummi juga abi yang kini menatapnya dengan tatapan seolah mengintimidasi.

"Farhan," panggil abi Ahsan.

"Iya, Bi?"

"Panggil Yumna kemari!" titah abi langsung dipatuhi Farhan.

Di kamar tadi Yumna masih terdiam dengan lamunan yang tak kunjung berakhir. Ia menatap samar ke depan. Tetapi, pikirannya belum juga mau berpaling dari kejadian tadi sore.

Ia merasa bahwa dirinya terkucilkan di tempat itu, tempat yang semula tidak ingin ia tempati, tempat yang memang sedari awal tidak ia sukai. Orang-orang di sana juga banyak yang tak bisa diajak bersahabat, selalu ada rintangan dalam dunianya, tidak pada pertemanan, keluarga dan sekarang masalah baru menimpanya sampai merenggut kehormatannya di hadapan yang bukan mahramnya.

Mengingatnya kembali menorehkan luka yang begitu menyayat hati, terlepas apa yang terjadi rasanya hal itu membuat Yumna semakin dalam menanam kebencian pada Alfatih. Mengingat perbuatan Alfatih membuatnya ingin sekali melampiaskan rasa kekesalannya itu.

Waktu tidak mungkin kemudian bisa diulur kembali. Semuanya terjadi begitu saja, bahkan berada di luar kendali. Hal itu membuat Yumna menyesal karena kebodohannya yang seharusnya tidak mengintip pembicaraan kedua lelaki tadi.

Sesak hingga terisak, Yumna mengusap kasar buliran bening itu di pipinya.

"Yumna!" Panggilan Farhan terdengar di ambang pintu. Namun, tak direspons oleh Yumna di seberang sana.

Farhan tak dapat melewati batas memasuki kamar itu. Karena ia tahu Yumna bukan mahramnya, akan sangat tidak sopan ketika ia di dalam berduaan dengan gadis itu walau berhajat.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon