23. MSU - Semakin Berdebar

6.3K 500 5
                                    

Hari berikutnya. Seperti pagi biasanya Yumna ke madrasah,  kali ini ia berangkat bersama Rani yang sudah lebih dulu menunggunya di lorong asrama. Setelah hubungannya dan Aira merenggang hingga Aira pergi, Yumna jadi lebih sering pulang pergi bersama Rani. Ya, hanya Rani yang kemudian bisa ia jadikan teman setelah Aira, tetapi tetap saja ketiadaan Aira membuatnya sedikit merindu.

"Mbak tahu sesuatu nggak tentang Aira?" tanya Yumna saat berjalan bersama Rani.

"Aira sudah berada cukup lama di pondok ini, tapi tentangnya ana nggak tahu betul, sebab dia itu orangnya pendiam jarang terbuka gitu," jawab Rani seadanya.

Yumna mengangguk paham. Sepertinya Rani memang tak tahu apapun tentang Aira, jadi sangat tidak mungkin ia mempertanyakan alasan gadis itu pergi dari pesantren.

"Memangnya kenapa anti bertanya tentangnya?" tanya Rani.

"Ah, nggak apa-apa," balasnya.

Rani mangut-mangut seolah paham. "Oh iya, kemarin, kan, ustadz Fatih nyamperin, ya? Bicara apa saja anti dengannya saat ana pergi?"

Rani teringat dengan pertemuan dengan ustadznya kemarin, sontak pertanyaannya itu membuat Yumna mendadak galau.

"Nggak ada apapun yang kami bicarakan, ustadz itu juga nyebelin. Jadi nggak penting dibahas," ketus Yumna.

"Hah? Seriusan nggak bicara apapun?" selidik Rani.

Yumna mengembus napas gusar, berhenti dengan tatapan dingin menatap ke arah Rani.

"Apa?" tanya Rani.

"Apa nggak bosan kamu menyebut namanya?!" celetuk Yumna.

"Enggak,"

Yumna mendengus mendapat tanggapan Rani. Yumna  bertanya pada orang yang salah. "Sudahlah, nggak ada yang menarik darinya untuk dibahas!" celetuknya kembali berjalan.

"Loh, kata siapa? Ustadz Fatih itu baik, ganteng, pinter agama, luas ilmunya, berdamage loh, apanya coba yang kurang?" celoteh Rani.

"Itu menurutmu, Mbak. Bukan aku! Dia mah galak, kalau natap nggak main-main langsung  bombastic side eye, belum lagi pas dia ngajar fiqih tuh suasana kelas bawaannya horor, kadang ngasih tugas penuh dengan misteri di luar nalar, paling yang bisa jawab adalah mereka-mereka yang beruntung dapat ilham di sepertiga malam dari Pencipta semesta alam, " balas Yumna sesekali memberenggut.

"Wajar itumah, sudah jadi salah satu ciri khasnya ustadz Fatih," kekeh Rani melihat raut menggemaskan Yumna.

"Bukan itu saja, ya, dia itu selain nyebelin juga cerewet dan pemaksa!" ucap Yumna.

"Pemaksa?" alibi Rani. "Memangnya dia memaksamu pada perkara apa?"

Yumna terhenyak, pertanyaan Rani seolah membuatnya kembali mengingat ucapan Alfatih kemarin. Tetapi, memang benar, kan? Ustadz itu adalah seorang pemaksa yang kemudian memaksa untuk menikah dengannya, batin Yumna.

"Mbak Yum!" Rani melambaikan tangannya di depan wajah Yumna hingga membuyarkan lamunan gadis itu.

"Ah, nggak tahu. Jalan saja!" pungkas Yumna berjalan lebih dulu meninggalkan Rani, sementara Rani yang melihatnya hanya diam dengan kening berkerut.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now