25. MSU - Meluluhkan Hatinya

6.5K 509 2
                                    

 Hari kini mulai gelap terlihat. Usai melaksanakan salat Isya’ berjamaah dengan keluarga, Yumna akhirnya bisa meloloskan dirinya dari acara makan malam bersama dan memilih menuju kamarnya. Namun, di sana ia malah kembali disusul oleh sang ibunda yang sekarangpun tepat berada di hadapannya.

“Una nggak lapar, jadi Mama nggak perlu repot bawakan Una makanan,” ucapnya dengan ekspresih datar. Ia masih tak terima dengan keputusan orang tuanya yang akan merelakannya menikah dengan ustadz itu.

Rena mengembus napas singkat dengan gelengan kepala pelan terlihat. Ia tersenyum tipis dan berkata, “Mama nggak paksa Yumna buat makan, lagipula Mama ke sini bukan untuk membawakan Yumna makanan.”

Yumna berkerut kening, sejenak berpikir.

“Mama ada kiriman dari calon suamimu, katanya ini untuk kamu,” perjelas Rena membuat gadis itu semakin berkerut tak percaya.

“Calon suami?” alibinya. Rena mengangguk pelan.

Rena meletakan sebuah kotak berwarna putih dengan pita berwarna senada itu di tempat tidur Yumna.

“Dia menyuruhmu memakainya besok saat akad,” kata Rena yang tak ditanggapi Yumna.

Setelahnya Rena beringsut pergi, sebatas itu obrolan mereka di malam ini. Rena masih memiliki banyak pekerjaan untuk persiapan akad dan walimatul ursy yang akan di selenggarakan tepat di rumahnya besok.

Yumna memilih berebah  di sana sembari membaca sebuah novel kesukaannya, ia tak punya handphone untuk dimainkan mengingat handphonenya waktu itu disita oleh pihak pondok. Tetapi, baru sesaat ia membaca, ia mulai tak fokus. Ada sesuatu yang Yumna pikirkan, hingga gadis itu kemudian melamun.

“Sebenarnya, apa maunya ustadz itu? Kenapa ngeyel banget mau menikahiku? Padahal dia sendiri tahu gimana kepribadianku. Apa iya, dia punya maksud lain selain  dari pertanggungjawabannya?”

                                  ***
07:20 am.

 Farhan mendorong pintu kamar Alfatih secara perlahan dan berdiri di ambang pintu saat bersamaan mendapati Alfatih yang tengah melipat sajadahnya di seberang.

“Habis ngapain kamu, Al?” tanyanya, sontak membuat Alfatih terkejut.

Astagfirullahal adzim, Mas!” sebutnya lemas.

Farhan cengengesan tanpa dosa. “Kamu lebay banget deh!”

“Masnya, ngejutin!” balasnya beralih menyimpan sajadah.

“Ya, kamu bukannya siap-siap, malah nyantai di sini. Habis ngapain sih, kamu?”

“Salat,” jawab Alfatih singkat.
Farhan berkerut. “Istikharah?”

“Dhuha, Mas.”

“Oh, aku kira kamu istikharah tadi,” balas Farhan.

“Nggaklah,” kata Alfatih berlanjut menuju lemari.

Farhan masih terdiam menatap adiknya itu yang tentu saja membuatnya sedikit berkerut. Merasakan ada yang aneh dengan Alfatih, Farhan pun baru menyadarinya saat melihat sesuatu di wajah Alfatih dari pantulan cermin lemari itu. Farhan melanggang lebar mendekatinya, lalu menarik lengan Alfatih sedikit kuat.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt