29. MSU - Serba Salah

7.5K 482 2
                                    

Jam kini menunjukkan pukul 10 malam. Di mana Yumna baru saja usai dengan segala aktivitasnya di dalam kamar mandi. Sebenarnya tak ada hal penting  yang ia lakukan di dalam sana, cukup dengan membasuh wajah dan sikat gigi sebelum tidur, akan terasa nyaman jika ia tidur dalam keadaan bersih. Setelahnya Yumna keluar dari sana, sorot pandangan langsung terarah pada ustadznya yang kini berdiri seraya besedekap tangan di dada menatap nanar ke arahnya.

Yumna ikut menyipit membalas tatapan Ustadz itu penuh selidik, sedangkan Alfatih gegas berjalan mendekatinya. Yumna tentu saja terkesiap, mau apa ustadz ini?

“Ngapain saja kamu di dalam sana?” tanya Alfatih membuat Yumna mendelik. “Magang?”

“Apa-apaan sih?” Yumna terheran.

“Ya, sedari tadi saya tungguin nggak keluar-keluar juga!” celetuk Alfatih.

Yumna diam, otaknya seketika dibuat berpikir olehnya. “Lah, Ustadz ngapain nungguin saya?”

“Kamu nanya?” Alfatih berbalik tanya dengan tampang datarnya menatap Yumna, langkahnya tertarik memasuki kamar mandi itu.

“Mentang-mentang rumah sendiri, toilet saja nggak mau berbagi!” dumel Alfatih  yang masih bisa didengar Yumna dari dalam sana.

Yumna mengedip heran, ia cukup bingung dengan sikap ustadz itu yang terkadang cepat berubah-ubah.

“Bundanya ngidam nonton Mr. Bean, kali ya! Yang rada-rada sengklek gitu, habisnya suka banget bikin orang kesal,” gumam Yumna.

Yumna gegas menuju kasurnya. Berselang sesaat, Alfatih juga datang menyusulnya di sana. Ustadz itu tak langsung mendarat ke kasur, ia malah menatap Yumna yang sudah lebih dulu berebah di sisi kiri dipan. Merasa terintimidasi tentu membuat Yumna tak nyaman, sorotan lelaki itu amat mengganggu dan membuatnya berwaspada.

Yumna bangkit dari baringan, mendongakkan kepala menatap lelaki berkaus hitam lengan pendek itu.

“Apa harus minta izin dulu, baru bisa tidur?” tanya Yumna teringat perkataan Alfatih tadi padanya.

Alfatih tak menjawab pertanyaannya, melainkan berkata, “Saya lapar.”

Yumna mengernyit menanggapi.

“Kamu dengar, nggak?” Alfatih kembali menegur.

“Iya, dengar. Terus, Ustadz mau saya ngapain?”

“Saya nggak enakan kalau nyeleneh sembarangan di rumah orang,” ungkap Alfatih, sudah pasti terarah meminta bantuan Yumna.

“Anggap rumah sendirilah, biar enakan,” sela Yumna yang berujung ditatap nyalang oleh Alfatih. “Iya-iya, saya ambilkan makananya!” Pasrah. Yumna akhirnya menurut juga.

Bangkit dari baringan, berjalan keluar dari kamar, gegas mengambilkan Alfatih makanan dan kembali dalam waktu yang tak lama.

“Ini makananya,” ucap Yumna sembari meletakan sepiring makanan di meja hadapan Alfatih

Alfatih melirik makanan itu dan Yumna secara bergantian.

“Tenang saja, nggak saya kasih racun, kok!” celetuk Yumna tiba-tiba melihat Alfatih begitu jeli menatap makanan tersebut.

“Dikasih racun juga nggak masalah. Toh, ujungnya juga kamu yang jadi janda, ditinggal mati saat  malam pertama,” balas Alfatih sembari meraih sepiring makanan itu di sana, dan menyantapnya perlahan. Ia acuh tak acuh tatkala dipoloti Yumna.

“Ucapan itu do'a, kalau ngucap itu yang baik-baik saja!” sarkas Yumna.

Alfatih berdecih. “Si paling takut jadi janda.”

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now