54. MSU - Larangan Tegas

4.6K 389 2
                                    

Alfatih kukuh berdiri di dekat jendela kamar, membelakangi Farhan yang kini berada sekamar dengannya. Sengaja menepi dari perkumpulan bersama Zulkifli dan kiai Dahlan.

Untuk sesaat keduanya saling mendiamkan. Alfatih bergeming dingin, tidak dengan Farhan yang mulai menampakkan raut kebingungan. Ia hendak mengatakan sesuatu, tetapi tak tahu harus dari mana memulai.

Farhan tentu tahu Alfatih mendiamkannya tidak jauh karena rasa kekecewaannya terhadap sesuatu yang secara perlahan mulai terbongkar dan itu tentang kemunculan Zulkifli.

Sebelum ini Alfatih memang pernah bertemu dengan adik dari abahnya itu. Sempat ia ceritakan pada Farhan. Tetapi, Alfatih sendiri tak tahu bahwa Zulkifli yang ditemuinya saat di pesantren kiai Dahlan waktu itu adalah keluarga dekatnya.

“Kenapa aku nggak tahu soal ini, Mas?”

Pertanyaan itu terlontar dari mulut Alfatih. Dalam hati Farhan meringis, seakan ada goresan luka yang menganga lebar di sana menuntut dirinya untuk mengatakan sebuah kebenaran.

“Mas dan abi sengaja menyembunyikan persoalan ini?” Lagi-lagi Alfatih bertanya. Berbalik dengan senyum hambar, sementara Farhan  terdiam mendengarkan.

“Dia keluargaku, tapi kalian nggak pernah cerita. Sebenarnya ada apa? Apa ada yang sedang kalian sembunyikan?” tuntut Alfatih semakin membuat Farhan tercekat.

Mendadak lelaki itu membisu, padahal perihal ini pula yang ingin ia perjelas. Farhan tak mau jika kedatangan Zulkifli akan membawa masalah bagi mereka, terlebih-lebih jika Alfatih sampai mengetahui sesuatu darinya.

“Mas Farhan  aku berbicara dengamu,” ujar Alfatih. Keningnya berkerut menuntut segala jawaban dari Farhan.

“Maaf, Fatih. Mas juga baru tahu kalau kamu punya keluarga dari pihak abahmu,”

“Abi? Apa sebelumnya abi tahu?” tanya Alfatih. Farhan mengangguk kaku.

Alfatih menyunggingkan seulas senyum kecut mendapati tanggapan Farhan. Mendadak matanya memanas membendung cairan bening itu di pelupuk mata. Menampilkan raut kecewa, benar-benar kecewa.

Alfatih tak menyangka jika fakta itu sengaja disembunyikan darinya. Walau ia sudah lebih dulu tahu, bahwa Zulkifli itu adalah adik dari abah. Tetapi, yang membuatnya kecewa adalah ketika ia mengetahui fakta tersebut dari Keenan, orang lain. Bukan dari Farhan ataupun abi yang sudah dianggapnya ayah.

Mereka adalah keluarganya, apapun persoalannya seharusnya mereka terbuka terhadapnya. Tetapi, mengapa sekarang tidak?

“Kalau abi tahu, kenapa harus disembunyikan, Mas?” Farhan terdiam dituntut banyak pertanyaan oleh Alfatih. “Aku berhak tahu, Mas Farhan. Nggak harus disembunyikan, apapun itu aku berhak tahu!”

“Nggak semuanya, Fatih. Nggak harus semuanya kamu tahu!” balas Farhan.

“Ya, tapi kenapa?!” pungkas Alfatih. Wajahnya memerah menahan sesak dalam dada. “Kenapa semuanya harus disembunyikan? Ada apa?” Matanya benar-benar berair menatap sendu ke arah Farhan.

“Tolong jawab, Mas. Jangan buat aku merasa terkucilkan di tengah keluargaku sendiri,” lanjutnya terdengar lirih, berjalan mendekati Farhan.

Lelaki itu bergeming, bahunya bergetar dengan kepala tertunduk dalam. Alfatih tahu Farhan tengah menahan isak, semakin memunculkan banyak pertanyaan dalam benaknya.

“Kenapa diam? Setega itu Mas membohongiku?”

“Nggak gitu, Al,” bantah Farhan dengan suara berat terdengar. “Tolong mengertilah!”

“Nggak Mas, kalian curang. Kalian terus meminta untuk dimengerti, tapi nggak sekalipun kalian mau mengerti. Mas nggak ngerti gimana perasaan aku saat tahu kebenaran ini, Mas enggan untuk mengerti! Lalu, kenapa aku harus mengerti Mas?” balas Alfatih membungkam.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Where stories live. Discover now