16. MSU - Merasa Tak Tenang

6K 497 0
                                    

12:35 pm.

Seluruh santri membubarkan diri dari masjid usai melaksanakan salat dzuhur berjama'ah. Ibarat sekelompotan semut mereka berjalan dengan teratur menelusuri jalanan dari masjid untuk kembali pulang ke asrama usai kegiatan belajar mengajar di madrasah.

Salah satunya Yumna. Ia jalan berdampingan dengan Rani bersama pulang ke asrama. Keduanya memang tidak satu kamar dan Yumna tak sungkan sebab Rani adalah orang yang mudah berbaur.

"Oh ya, hari ini gimana belajarnya? Sulit nggak?" tanya Rani sekadar berbasa-basi supaya tidak canggung.

"Nggak sulit sih, tapi juga nggak mudah," ucap Yumna.

"Maksudnya?" tanya Rani lagi. Ia tak mengerti.

Yumna menghela napas berat dan berhenti sesaat. "Kamu tahu ustadzmu itu, kan? Dia ngajar fiqih tuh, aku sebenarnya nggak merasa sulit buat terima apa yang disampaikan. Tapi, nggak mudah juga buat aku berinteraksi sebagaimana mestinya dengan dia," cerocos Yumna tanpa dipinta.

Melihat eskpresi tak bersahabat Yumna langsung membuat Rani mengernyitkan dahi.

"Memangnya, interaksi yang kalian lakukan itu seperti apa?" tanya Rani.

Yumna meliriknya, lalu kembali berjalan. "Nggak ada yang istimewa sih, tapi kesannya itu loh. Berkesan sangat buruk! Setiap kali ketemu pasti bawaannya adu mulut dan selalu mancing kemarahan orang. Tapi nggak heran juga sih, dari tampangnya saja sinis begitu," jawabnya tanpa sadar bercerita.

Rani yang mendengarnya mangut-mangut seraya menebak-nebak siapa sosok yang dimaksudkan Yumna.

"Pasti ustadz Fatih, ya!" ujar Rani membuat Yumna melotot ke arahnya.

"Bukan!"

"Dih, kalau bukan ustadz Fatih, terus siapa lagi? Sementara yang anti ceritakan sedari tadi memang mengarah kepada ustadz Fatih," balasnya.

Yumna meringis. "Iya, tapi jangan keras-keras suaranya. Kalau kedengaran fansnya gimana?"

"Terlambat. Wong, ana juga fansnya," balas Rani membungkam. "Anti tahu? Beliau itu selain bagus pemahaman agamanya, bagus akhlaknya, lembut, ramah walau kelihatan sinis, tampan pula!"

Yumna terperangah, rupanya sosok seperti Rani juga mengagumi orang seperti ustadz Fatih? Padahal kelihatannya tidak, pikir Yumna.

"Tapi, sayang beribu sayang, harapan untuk menjadi pendampingnya mulai terkikis, ustadz Fatih akan menikah loh," lanjutnya kembali menarik perhatian Yumna.

"Menikah? Memangnya ada yang mau dengan ustadz itu?"

"Dih, anti kira apaan memangnya? Jangankan orang lain, ana saja mau dengan ustadz Fatih!" balas Rani tampak sedikit tersinggung. Hal itu membuat Yumna menahan senyum.

"Bercanda. Tapi, aku serius, loh. Kukira dengan sikap judes dan sinisnya yang seperti itu tidak akan mendatangkan sosok yang akan menyukainya," perjelas Yumna.

"Nah, itu. Anti salah kaprah. Sifat seperti itu memang seharusnya ada! Lagipula ustadz Fatih bukan seperti lelaki kebanyakan yang sukanya merayu dengan bualan kata manis semata. Sifat cueknya saja sudah bisa membuat orang jatuh cinta, apalagi dengan nantinya dia merayu. Tapi, rayuan itu hanya berlaku untuk istrinya saja, ya!" balas Rani panjang lebar.

Yumna hanya berdeham. Rasanya sudah cukup ia mendengarkan segala hal tentang Alfatih. Kelihatannya lelaki itu memang orang baik-baik. Tetapi, tidak kemudian membuat Yumna lupa terkait apa yang dia lakukan dua minggu lalu.

Setibanya di gerbang asrama. Yumna dan Rani hendak berpisah karena memang sejak awal keduanya tidak berada pada satu kamar yang sama. Namun, saat akan pergi. Keduanya malah dipanggil oleh ustadzah Nia.

Mahabbah Sang Ustadz (End) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora